FeniFine's Motto

"Kesuksesan anda tidak bisa dibandingkan dengan orang lain, melainkan dibandingkan dengan diri anda sebelumnya." ~Jaya Setiabudi

Jumat, 05 Juni 2020

Ketimpangan Kontribusi dalam Sebuah Komitmen

You’ll always be a part of me,
I am part of you indefinitely..
(Mariah Carey, Always be My Baby)

                Kemarin siang-siang di pojokan kamar.. tergoda aku tuk berpikir engkau yang kucinta ~ *auto nyanyi* Aku mikir, ntar kalo nikah terus salah satu ada yang sakit sehingga pasangan harus berkorban jauh lebih banyak dibanding pasangan yang lainnya gimana? Kalau teorinya kan namanya menikah ya harus siap susah senang selalu bersama. Saling support.

        Masa depan kan misteri. Gak tau salah satu nantinya apakah ada yang ditakdirkan untuk menjadi ujian kesabaran bagi pasangannya, misal sakit atau apa kek sehingga pasangannya mau gamau ya harus berkorban lebih besar atas nama menjaga komitmen. Perceraian kan sesuatu yang amat dibenci oleh Allah. Disini aku jadi sedikit lebih paham sebuah kata bernama “cinta” Apakah unconditional love itu nyata? Setahuku unconditional love hanya dimiliki oleh seorang ibu kepada anaknya.

              Aku melihat banyak pernikahan tanpa unconditional love sehingga banyak terjadi perceraian atau neraka dalam rumah tangga. Aku sungguh tidak yakin orang-orang yang menikah benar-benar menjadi lebih bahagia dibanding ketika masih single. Aku melihat kemungkinan menjadi jauh lebih bahagia setelah menikah itu 1 : 1000. Sepertinya hanya satu dari seribu orang yang benar-benar menjadi jauh lebih bahagia setelah menikah dibanding ketika masih single. Secara teori susah gitu loh percaya bahwa kemungkinan besar orang menjadi jauh lebih bahagia setelah menikah.

ilustrasi: https://pxhere.com/en/photo/1584817
            Aku terus ingat pesan guruku. Ketika kamu mempunyai partner bisnis, anggaplah dia seperti keluarga kandungmu. Berpartner itu seperti menikah. Kalian harus menerima kekurangan (kalau kelebihan jelas diterimalah tanpa disuruh hehe) partner kalian. Seperti halnya kalian harus menerima ditakdirkan oleh Tuhan menjadi anak siapa dan saudara kandung siapa. Kalian harus menjaga komitmen seperti halnya orang yang menikah. Harus siap susah senang selalu bersama tanpa meninggalkan salah satunya ketika salah satunya memang sedang dalam kondisi sulit (kena musibah atau yang lain). Tidak boleh saling mendepak. Harus selalu siap menambal satu sama lain ketika kondisi pasangannya sedang tidak memungkinkan untuk berkorban setara dengan pasangan satunya.

                Meskipun bisa terjadi bubar jalan dalam sebuah partnership bisnis, sebisa mungkin pesan guruku adalah jagalah komitmen seperti halnya pernikahan. Aku mau jelasin lebih lanjut takut jadi melebar.. Mungkin cerita dari pengajaran guruku bisa My FiRe baca disini: agar lebih memahami maksud dari ceritaku J

                Intinya dalam partnership itu gak boleh itungan berlebihan. Iya itungan bisnis tetap jalan. Tapi harus saling memahami kondisi pasangannya. Semisal pasangannya sebenarnya ingin sekali berkontribusi sebagaimana mestinya namun karena keadaan terpaksa tidak bisa berkontribusi sebagaimana mestinya. Nasib orang kan tidak ada yang tahu. Atau benar-benar bersabar atas kekurangan pasangannya yang sedang otw menjadi lebih baik, karena sebenarnya niatnya sudah kuat sekali. Hanya ya belum saja.. hanya perlu bersabar..

Keadaan kan bisa berbalik, sekarang pasangan kita yang kesusahan di masa depan siapa yang tahu. Kita gak bisa menjamin di masa depan kita akan selalu baik-baik saja kan. Meskipun begitu guruku selalu mengajarkan ketulusan. Setelah memberi, berkorban, ya lepas aja, gausah berharap balasan apa-apa dari penerima yang adalah makhluk Tuhan ..yang tercipta yang paling seksi~ #malahnyanyi.

Harap hanya balasan dari Yang Maha Kuasa. Umur orang tidak ada yang tahu. Kan kasihan kalau kitanya pamrih nanti hutang budi dibawa mati. Kasihan sudah meninggal masih dianggap hutang budi. Tidak ada yang bisa menjamin jasa kita akan dibalas oleh penerima.

Bisa jadi karena penerima yang berkepribadian kurang atau karena kondisi tidak memungkinkan penerima untuk bisa membalas padahal penerima ingin sekali membalas, bahkan mungkin sangat ingin membalas lebih. Karena semuanya ada di tangan Yang Maha Kuasa. Manusia hanya bisa berencana, Tuhan yang menentukan. Sebagaimana pandemi ini, datang mendadak dan kita bisa lihat bagaimana dunia berubah begitu cepat.

         Tepat seminggu sebelum pemerintah menyerukan #StayAtHome #WorkFromHome & #StudyFromHome aku sama partner bisnisku lagi anget-angetnya. Seminggu ketemu 3x sendiri. Kami juga mau menyiapkan beberapa produk ready stock. Kami eh aku ding, menetapkan target yang teman-temanku pada umumnya mungkin bisa jadi cuma memandangku kasian. Terus bilang udah sih, kamu tu cocoknya jadi blablabla blablabla. Intinya lebih baik berhenti bisnis karena sampai sekarang hasilnya tidak kunjung kelihatan wkwkkw.

Kalau partnerku sih percaya-percaya aja kalau target yang aku tetapkan akan tercapai. Tidak ada yang tidak mungkin kata partnerku. Malah aku mulu yang suka bilang gak mungkin wkwkkw. Kurang tau sih dia beneran yakin atau asal bilang mungkin aja. Ya memang segala sesuatunya mungkin jika Tuhan menghendaki, meskipun untuk beberapa hal butuh keajaiban untuk bisa terwujud, hehe.

                Ya begitulah kondisi kami sebelum pemerintah menyerukan untuk #dirumahaja. Tidak lama setelah itu, guruku mengatakan bahwa perekonomian tidak akan baik-baik saja. Para pelaku umkm harus bersiap, agar tidak kaget. Setelah selesai menonton live tsb aku gak bisa tidur, kepalaku berdenyut hebat. Lupakan menyiapkan beberapa produk ready stock. Lupakan target muluk-muluk. Meet up dengan partner pun hanya sebulan sekali. Akhir April, awal Mei, awal Juni ini dari kemarin nangis-nangis mulu aku wkwkkw.

                Pandemi berdampak besar di aku. Sehingga tidak memungkinkan aku menjalankan bagian tugasku dalam bisnis seutuhnya, secara sempurna, sesempurna partnerku. Posisi partnerku lebih vital sih. Sehingga kalau dial alai sedikit itu sangat berdampak pada bisnis kami tidak seperti tugasku yang dampaknya tidak terlau fatal jika aku lalai. Hal tersebut mengakibatkan aku sering bawel sampai marah-marah hebat sekali dua kali. Next aku berusaha lebih sabar kok. Soalnya partnerku juga udah sabar ngadepin aku. Semakin kesini kami selalu bisa menjadi lebih sabar Alhamdulillah.

                Partnerku gatau kalau akhir April, awal Mei, awal Juni ini dari kemarin nangis-nangis mulu. Kalian juga pasti gamau tau. Gapenting wkwkkw. Tapi aku tetep mau cerita :p Jadi kenapa aku nangis-nangis adalah karena. Kenapa aku berpartner karena kinerjaku selalu lebih baik ketika mempunyai partner. Aku udah beberapa kali gagal membangun partnership. Belum apa-apa udah gagal diawal, cuma bertahan sebulan, cuma bertahan beberapa bulan.

                Menurutku alasan utama kenapa bisnisku dari dulu sampai sekarang gini-gini aja ya karena kinerjaku yang payah. So, aku butuh partner seperti yang sekarang ini. Tentu aku tidak hanya memikirkan keuntungan untuk diri sendiri saja tapi aku juga ingin membawa dampak yang benar-benar nyata ke partnerku.

Ingin memberikan bagi hasil yang signifikan, kerasa, bikin bangga orang tua serta keluarga partnerku juga. Tidak hanya partnerku yang bahagia tapi juga keluarganya. Aku ingin berjuang bersama, bersusah payah bersama, untuk berbagi berbahagia bersama, untuk berbagi kebahagiaan. Aku yakin, dengan partner yang tepat bisnisku bisa segera mencapai target yang aku inginkan. Bisa melejit tidak gini-gini aja mulu.

                Saat kami sedang optimis-optimisnya. Indonesia dihajar pandemi. Aku sedih sangat sedih ketika aku gagal membahagiakan partnerku sampai membuat orang tua dan keluarganya bangga. Aku bahkan sudah dua bulan ini gagal memberikan kontribusi yang setara dengan yang dia berikan di bisnis kami. Padahal entah sampai kapan pandemi ini berakhir.

                Bahagia rasanya ketika partnerku bilang dia tidak berpikir mengenai bagi hasil yang akan dia dapat. Aku juga tanya, apakah orang tuanya bertanya mengenai hasil yang dia dapatkan dari bisnis kami. Alhamdulillah tidak. Tapi tetap saja aku sedih, orang tuanya keluarganya sudah mengetahui partnership bisnis kami yang sebenarnya aku inginnya mereka tahu ketika kami sudah sukses. Tapi ya gimanapun takdir Tuhan menakdirkan keluarganya tahu akan partnership bisnis kami. Tidak bisa tidak. Betapa keluarganya juga sudah membantu banyak di bisnis kami.

Tugasku karena belum bisa memberikan penghasilan yang membanggakan ya minimal berusaha sebisa mungkin jangan menciptakan kesedihan. Sebisa mungkin menambah senyuman, kebahagiaan, serta pertumbuhan dalam kehidupan. Harus terus memupuk kesabaran untuk mengurangi bawel dan marah-marah.

Manusia tidak ada yang sempurna kan. Partnerku juga baru gabung 1 tahun 3 bulan tentu berbeda dengan aku yang merupakan foundernya. Menjalankan bisnis ini sejak 6 tahunan yang lalu. Aku harus ingat, partnerku sudah jauh lebih sabar dibanding aku selama ini yang lebih sering bawel dan marah-marah.

Ya memang tugas bagian partnerku memang lebih vital ketimbang bagianku yang berakibat fatal kalau dia lalai sedikit. Tetap aja gak bener kalau aku selalu gagal nahan emosi untuk bawel dan marah-marah. Meskipun begitu aku sudah semakin bisa nahan emosi kok semakin kesini, Alhamdulillah. Aku selalu berusaha memperbaiki caraku berkomunikasi. Agar baik untuk partnership kami, untuk kami.

Bagaimana pun, partner bisnisku sekarang adalah partner bisnis terbaik yang pernah aku miliki. Dia partner bisnis ter-provide, terpeduli, ter gak itungan secara bersamaan. Tidak seperti yang lain yang menjadi partner di kondisi yang tidak serendah ini. Dia bahkan mau bertahan sampai kami bisa mengecap kesuksesan, hingga penghasilan perusahaan aman untuk merekrut karyawan.

Aku berkata bahwa aku pesimis target awal bisa tercapai dengan adanya pandemi ini. Dia bilang tidak ada yang tidak mungkin. Iya, tapi butuh keajaiban batinku. Dia juga bilang prediksi dia mengenai kondisi pandemi ini lebih buruk daripada prediksiku. Dalam artian kalau aku mengira pandemi ini kemungkinan berlangsung dalam hitungan bulan dia memprediksi pandemi ini bisa berlangsung dalam hitungan tahun, karena vaksin yang entah kapan bisa ditemukan.

Aku percaya dia benar-benar bisa bertahan hingga kami mencapai kesuksesan. Namun jika suatu saat takdir berkata lain. Jika karena faktor eksternal tentu harus diterima tentu saja. Tidak ada yang abadi kecuali Tuhan Yang Maha Esa. Jika karena faktor internal aku adalah seseorang yang menghargai temanku sebagai pribadi yang merdeka. Aku tidak berhak memaksa. Dia berhak membuat keputusan apapun. Aku selalu siap dengan perpisahan, My FiRe bisa baca postinganku di medium berikut: https://medium.com/@fenitriutami/menyiapkan-perpisahan-411492889134.

Ya begitulah. Otakku yang berkelana ketika aku duduk dipojokan kamar mendorongku untuk menulis ini. Sudah sebulan lebih sejak akhir April aku sedih tidak sesempurna partnerku dalam menunaikan tugas bagian kami masing-masing dalam bisnis kami. Gagal memberikan kebahagiaan yang aku inginkan dia dapatkan hingga dia mampu membanggakan orang tua dan keluarganya. Sedih banget.

Tepat sebelum pandemi mulai habis-habisan menghajar Indonesia angan-anganku terbang melayang membayangkan kesuksesan. Setelah menyadari ekonomi Indonesia akan tidak baik-baik saja, rasanya seperti terjun bebas dibanting dari luar angkasa. Sakit.

Entah faktor apa saja yang membuatku mulai tertarik dengan pernikahan. Membuatku berusaha memikirkan hal-hal terburuk yang mungkin bisa terjadi di dalam sebuah pernikahan. Kalau yang indah-indah udah sih aku percaya pasti ada. Gausah kalian mencoba meyakinkan. Percaya aku percayaa.. nikah itu ada enaknyaa..

Salah satu hal terburuk yang aku bayangkan adalah bagaimana jika salah satu pasangan mendapat musibah sehingga terjadi ketimpangan kontribusi dalam sebuah pernikahan. Meskipun diperbolehkan, Tuhan sangat membenci perceraian. Untuk itulah diperlukan komitmen dalam membangun sebuah pernikahan.

Sebelum menikah dengan seseorang aku harus bertanya, memastikan, apakah aku siap selalu support selalu menemaninya ketika dibutuhkan dalam semua keadaan. Susah maupun senang. Kalau senang sih gausa ditanyalah, hehe. Apakah aku siap dengan jika suatu saat pasanganku tidak bisa memberi kontribusi yang jauh tidak sepadan. Oh disinilah dibutuhkan kata “cinta”

Aku juga harus memastikan apakah calon pasanganku nanti siap bertahan jika aku tidak bisa memberi kontribusi yang jauh tidak sepadan dengannya. Tentu aku juga harus memastikan sebisa mungkin kami akan selalu berusaha memberikan kontribusi terbaik dalam pernikahan sebisa kami. Oh disinilah dibutuhkan kata “cinta” Inilah yang disebut unconditional love. Meskipun bukan satu-satunya yang dibutuhkan dalam pernikahan, tapi ini hal yang sangat penting harus ada dalam sebuah pernikahan.

Kembali ingat pesan guruku, partnership bisnis itu seperti pernikahan. Kamu harus komit. Tidak itungan. Siap dengan berbagai kemungkinan kondisi partner ke depannya. Tidak asal depak partner. Selalu siap saling menambal kekurangan partner serta siap berkorban lebih saat kondisi partner sedang dalam titik terendah di kehidupannya. My FiRe bisa kembali membaca materi partnership oleh guruku berikut mengapa kita harus menganggap partner seperti keluarga kandung yang harus kita terima kurang lebihnya: https://juraganforum.com/partner-bisnis-1/ dan https://juraganforum.com/partner-bisnis-2/ 

Jadi, kesimpulannya adalah aku harusnya gak boleh sedih karena kontribusiku yang timpang dibanding partner selama dua bulanan ini. Karena ya memang harusnya seperti inilah partnership. Masa depan adalah misteri. Kita tidak tahu cobaan seperti apa yang menanti di depan.

Pandemi telah memberikan ujian komitmen bagi partnerku. Dia bersedia bertahan. Meskipun aku melihatnya dia sepertinya santai-santai saja sih. Enteng-enteng aja. Toh partnership kami tidak terlalu mengganggu waktunya. Akunya aja yang gak enakan dan berlebihan wkwkwk. Padahal partnerku dah bilang gausah gaenakan. OK. Harusnya aku gak boleh sedih. Karena memang harusnya begini. Inilah partnership. Tentang komitmen.

Hey partner, jika umur panjang aku ingin membalas jasamu lebih dari yang sudah kamu dan keluargamu berikan. Aku tidak ingin hutang budi. Aku tau kamu dan keluargamu tulus. Tapi aku tetap ingin membalas kebaikan, kalau Tuhan mengijinkan aku ingin membalas lebih dari yang sudah diberikan. Terimakasih telah menjadi pahlawan yang memilih tetap bertahan berjuang bersama  meski aku sedang berada di salah satu episode titik terendah di hidupku.

Menikah atau Melajang, Mana yang Lebih Baik?

Kalau aku sendiri sih. Ini juga bisa jadi jawaban orang-orang yang suka tanya kapan nikah? Perlu diketahui, dalam Islam, agama yang aku anut...