FeniFine's Motto

"Kesuksesan anda tidak bisa dibandingkan dengan orang lain, melainkan dibandingkan dengan diri anda sebelumnya." ~Jaya Setiabudi

Jumat, 04 Oktober 2024

Surga Dunia yang Baru

ilustrasi: istockphoto.com
 Weh dah lama gak update disini aku. Update ah. Gara-gara Tiktok sama Podcast aku jadi menemukan cara baru yang kerasa lebih enak buat nuangin unek-unek ataupun apa yang ingin aku tuangin. Meskipun akhirnya Tiktok itu aku hapus haha. Terus dah lama juga gak update di Podcast. Yaudah update disini aja kali ya.

Yuk lanjut. Mau bahas surga dunia aku. Jadi, aku punya definisi surga yang baru sekarang. Sadarnya baru kemarin Kamis abis ujian dan rapat Leadership Camp di MM. Pas sampai rumah pokoknya. Akhirnya aku tersadar. Kenapa aku bisa baru sadar?

Sekarang tu aku tinggal fokus kuliah M.B.A. sama aktif jadi relawan di KPSI Jogja. Kalau ada sisa waktu ya learning by doing bisnisku yang sudah lama aku anggurin. Tentu bukan bisnis Kost Anmala yaa.. Kalau bisnis kosanku ya harus lanjut terus meskipun masih ketjil. Enak too Surga to.

Sebelum ini aku pernah bahas surga dunia di dua postinganku. Pertama aku tulis di hari Senin, 27 November 2017, ini postingannya: Surga Dunia. Kedua aku tulis di hari Rabu, 15 Agustus 2018, ini postingannya: Kembali ke Surgaku.

            

                

Jumat, 15 Juli 2022

Menikah atau Melajang, Mana yang Lebih Baik?

Kalau aku sendiri sih. Ini juga bisa jadi jawaban orang-orang yang suka tanya kapan nikah? Perlu diketahui, dalam Islam, agama yang aku anut, aku percayai, hukum menikah itu bisa wajib, bisa sunnah, bisa makruh, bisa mubah, bisa haram juga. Selama kita bisa menjaga diri dari zina, mampu menahan diri untuk tidak berbuat zina, nikah itu tidak wajib.

Bisa jadi sunnah alias lebih baik dilakukan karena berpahala kalau pernikahan tersebut baik untuk pribadi kedua orang yang berjodoh, masyarakat, dan alam. Maksudnya tidak ada niat menyakiti satu sama lain. Kedua orang yang menikah sudah siap mental dan fisiknya untuk menikah. Kalau belum siap ya nanti yang ada bisa KDRT, muncul mental issue, penelantaran anak istri, dst. Menikahnya mereka juga menjadi berkah bagi masyarakat, mampu mendidik anak, tidak menumbuh suburkan kriminalitas, dsb.

ilustrasi: https://flickr.com/photos/keepitsurreal/6107919083/
Secara pribadi, nikah hukumnya bisa jadi sunnah buat aku kalau pernikahan itu mampu menjadikan aku dan pasanganku being the best version of ourself ketimbang ketika kami masing-masing hidup melajang. Jadi kalau ditanya kapan nikah? Ya kalau sudah ada seseorang yang mampu meyakinkan aku bahwa dia mau dan mampu support aku to be the best version of my self begitu pula sebaliknya, dengan apapun kondisi dia,  aku siap support dia untuk menjadi the best version of himself. Kalau belum ada yang membuat aku yakin ya belum dulu.

Aku sendiri tidak punya target kapan harus menikah. Karena hidupku sendiri saja sudah cukup seru buat aku. Jadi ya baru menikah kalau ada seseorang yang mampu meyakinkan bahwa hidup dengannya mampu membuat hidupku lebih seru lagi dibanding ketika aku hidup melajang. Dalam artian kami mempunyai tantangan yang akan selalu kami taklukan bersama, yaitu being the best version of our self. Tidak ada manusia yang sempurna oleh karena itu being a better person is always be possible. Definisi better ini sesuai passion kami masing-masing yang mana bisa jadi berbeda dan tidak harus sama. Intinya harus siap saling menerima dan saling support cita-cita masing-masing dari kami ke depannya.

Oh iya, mampu di paragraf ketiga diatas bukan berarti kaya raya ya.. Maksudnya mampu ini hanya kalau komunikasi kami bisa cukup nyambung. Mempunyai kemampuan intelegensi yang tidak jauh berbeda serta open minded. Tidak perlu IQ 120 ke atas. Diatas 100 aja sudah cukup. Buat apa IQ tinggi-tinggi kalau tidak open minded.

Open minded ini berarti siap mendengar, bukan hanya pasanganku kelak tapi aku sekarang juga selalu berusaha memperbaiki kemampuan mendengar dengan siapapun. Siap menerima perbedaan. Siap saling toleransi. Ketika ada dua pendapat berbeda tidak selalu salah satu benar salah satu salah. Sangat mungkin dua-duanya benar. Seringkali ini hanya masalah sudut pandang. Dengan menerima perbedaan pendapat yang dua-duanya benar itu justru memperkaya khazanah kemampuan kita dalam memahami sudut padang yang berbeda bukan.

Selasa, 17 Mei 2022

Yaudah sini tak bikinin sop.

Tantangan yang Berbeda

 Aku lagi suka tiba-tiba ya nggak tiba-tiba sih. Agak sering sebenernya emang entah sejak kapan. Sejak pandemi kayaknya. Oh my God, tiap tahun kasih tantangan demi tantangan yang berbeda.

Capek.

Gtwlg.

Ywdh.

Ok.


Dunno dunno.


Capek cpk, tapi ya gmnlg.

Y.


Ngambtup ges.


ok.


Hi my friend, kita udah lama gak meet up. Y. Aku yg masih kesulitan cari waktu sih. Y.


Ga pernah bermaksud. Maaf. Bukan. y.


y.


.

Morning Person

 I dunno I dunno

Aku punya teman. Jangan terus nyanyi loh. Hehe. Njuk uh uh uh.

Hmm..

Salah satu teman terbaik aku.

Sesungguhnya di dunia ini ternyata banyak teman baik loh. Kadang bahkan mereka kasih bantuan tanpa kita minta. Bikin kita bercerita tanpa disengaja. Menjadi perpanjangan tangan Tuhan dalam menyelesaikan permasalahan kita.

Ya begitu..

Ya intinya sebenarnya aku punya banyak teman yang baik-baik..

Ada satu dua tiga dll yang emang baiknya ya bikin Oh My God, She/He just like an angel. Gak kayak aku yang sempat dicap "angel dikan diyani." Ya just like an angel. Baik banget. Baik banget. Sampai aku bilang "Ada ya orang seperti ini di dunia, dan ada di sekitarku."

Aku sebagai pihak yang minta tolong terus dibantu atau gak minta tolong langsung dikasih bantuan ya tak bisa berkata-kata kecuali "Aku ga mau kehilangan dia."

Salah satu teman terbaikku itu.. Aku pernah ada masalah sama dia.. Ya gimana ya 3 teman terbaikku saat ini pernah aku bikin kecewa berat hehe. Tapi alhamdulillah pintu pertemanan masih terbuka lebar alhamdulillah.

Salah satunya aku sering berselisih sama dia sebelum kejadian dimana bisa-bisanya aku bilang prefer meetup sepagi mungkin, jam 6 pagi. Seru sih.

Kenapa? Aku pas itu capek berselisih masalah itu-itu mulu. Aku gamau ketemu cuma bentar terus keburu ada acara lain. Salah paham kok satu masalah mulu. Capek.

dah ah capek cerita..

Helo Ges

ilustrasi: https://flickr.com/photos/halfchinese/165719204/
 Dah lama gak update disini. Somehow aku mendadak kangen menyapa kalian entah siapa yang bakal baca ini. Hai ges helo ges.

Aku punya mentor offline loh sekarang. Aku lagi digembleng nih. Akibat kesalahanku di tahun lalu. Seru tau.

Berat nggak berat nggak? Ya berat lah. Seru gak seru gak? Ya seru lah.

Doain ya! Doain ya! Aaamiiinnnn

Sabtu, 26 Juni 2021

Menikmati Hidup

Dulu saya berpikir bahwa seseorang itu bisa disebut sukses ketika dia berhasil menjadi orang nomor satu di bidangnya. Namun apakah ada jaminan ketika sudah berhasil menjadi orang nomor satu nanti posisi dia akan aman selamanya tanpa berpusing-pusing ria mempertahankan posisinya? Akhirnya ambisi untuk selalu menjadi orang nomor satu di suatu bidang justru membuat seseorang jadi jauh dari tenang. Malah semakin pusing. Semakin njelimet hidupnya. Semakin banyak ingin itunya.

Coba bandingkan dengan seorang yang bergaji 50rb per hari namun sudah merasa lebih dari cukup dari itu. Sudah membuatnya merasa hidup nyaman karena keinginannya hanya bisa makan berpakaian dan tinggal di tempat yang cukup aman. Hidupnya bisa lebih tenang dan bahagia daripada seseorang yang berambisi untuk selalu menjadi nomor satu.

Menerima Perasaan Negatif maupun Positif yang Muncul dalam Diri

Makna sukses saya akhirnya bergeser. Saat ini, bagi saya, sukses itu adalah kondisi ketika saya mampu menikmati hidup. Menikmati bukan berarti saya merasa sukses ketika hidup saya rasanya selalu manis. Menikmati berarti menerima bahwa kenyataannya hidup itu rasanya ya ada manis, pahit, asam, asin, mau tidak mau ya seperti itu. Sedih, bahagia, kecewa, antusias, marah, tenang, dan lain sebagainya datang silih berganti.

Menikmati hidup itu ketika saya mampu memeluk perasaan-perasaan negatif yang muncul di sisa usia saya. Ketika saya mampu menerima perasaan-perasaan negatif itu sebagai bagian dari diri saya. Lalu membiarkan mampir sejenak dalam hidup saya sambil bilang it's okay not to be okay.

Apakah ketika saya membiarkan perasaan negatif mampir sejenak menjadikan perasaan negatif itu kekal selamanya berada dalam diri saya. Apa yang saya rasakan selama ini adalah saya sering mendapatkan pelangi setelah badai menerjang. Pelangi itu tidak selalu berupa uang, lebih sering berupa pencerahan pencerahan kehidupan, serta semakin kuatnya otot otak dan otot hati. Lebih berharga ketimbang uang. Istilahnya, what doesn't kill you makes you stronger.

Pencerahan kehidupan, semakin kuatnya otot hati, setelah badai menerjang mampu memberikan kebahagiaan pada saya yang rasanya itu euhh.. susah dilukiskan dalam kata-kata. Pencerahan kehidupan, kekuatan otot hati, lebih abadi dalam diri ketimbang rejeki berupa uang yang datang pergi datang pergi harus cari lagi cari lagi datang lagi pergi lagi cari lagi tidak ada habisnya.

Namun memang ada perasaan negatif yang bisa menjadi cukup abadi dalam membebani diri, yaitu rasa marah, dan benci. Penawarnya adalah berusaha untuk lebih memahami kondisi orang yang membuat saya marah serta benci. Manusia adalah manusia bukan makhluk sempurna. Saya sendiri selama ini juga sering bikin orang lain emosi meskipun terkadang tanpa saya sadari.

Menjadi Diri Sendiri

Hidup ini juga terasa lebih nikmat ketika saya menjadi diri sendiri, lebih memahami diri sendiri. Apa yang saya inginkan, apa yang bisa membuat saya bahagia sehingga otomatis kebahagiaan itu tertular keluar. Pengalaman saya, melihat orang bahagia saja bisa bikin hati ikut bahagia. Mungkin karena itu senyum disebut sedekah yang paling mudah.

Terkait menjadi diri sendiri, saya lebih memilih fokus jualan online sambil sedikit-sedikit memperkuat branding bisnis saya semampu saya daripada mendaftar pns atau berkarir sebagai karyawan. Saya memilih jualan online bukan karena seorang penjual online itu lebih baik daripada profesi lainnya. Bukan, namun karena saya senang belajar bisnis dan internet marketing lalu mengaplikasikannya, saya mendapatkan kepuasan dari situ. Bagi saya, semua profesi itu asalkan bermanfaat, mulia, tidak ada yang lebih baik antara satu dengan yang lainnya. Tuhan menciptakan dunia begitu beragam, semua saling melengkapi, menciptakan keindahan.

Target Tidak Harus Tercapai, Tapi Diri Harus Terus Bertumbuh

Target-target bisnis bagi saya hanyalah alat untuk menumbuhkan diri saya. Urusan tercapai atau tidak itu sudah di wilayah takdir Tuhan. Ketika saya sudah berusaha semaksimal semampu saya, maka saat itulah saya sudah bertumbuh. Otot otak otot hati saya sudah menjadi semakin kuat, belum lagi disertai pencerahan-pencerahan kehidupan yang saya dapatkan selama proses menuju target-target yang sudah saya tetapkan sebelumnya.

Visi Bisnis

Dulu saya ingin brand bisnis saya jadi yang paling-paling. Sekarang mau ngebayangin selalu menjaga posisi untuk menjadi yang paling-paling saja sudah bikin pusing. Yasudahlah cukup punya visi brand selalu memperbanyak orang yang berbahagia dan merasakan manfaat dengan adanya brand bisnis saya. Misal karena logonya bagus, bikin orang yang lihat jadi senang. Mitra-mitra bisnis saya senang bekerjasama dengan saya, ketika punya karyawan nanti mereka bahagia bergabung dengan bisnis saya. Konsumen yang bahagia karena puas dengan produk bisnis saya semakin banyak dan banyak.

Last but Not Least

Intinya bagi saya sukses itu ketika saya mampu menikmati pahit manis asam asin kehidupan. Semakin saya mampu menerima apapun takdir Tuhan, semakin saya menikmati kehidupan. Semakin saya tidak menggantungkan kebahagiaan kepada apapun selain kepada Tuhan semakin saya menikmati kehidupan. Meskipun ya level saya sekarang masih belajar berusaha tidak menggantungkan kebahagiaan selain pada diri sendiri, ya tidak apa-apa, sesuai kemampuan. Semoga suatu saat nanti saya bisa totally hanya menggantungkan apapun kepada Tuhan. Sehingga totally percaya bahwa apapun takdir Tuhan adalah kebaikan.

Semakin mengecil angka cukup saya, semakin saya bisa lebih menikmati kehidupan. Sempurna adalah ketika cukup Tuhan bagiku. Namun saya masih jauh, belum sampai pada level itu, sekarang sandang pangan papan terpenuhi saja rasanya masih suka kurang. Belajar sedikit demi sedikit semampunya untuk tidak mudah menaikkan angka cukup, serta lebih mudah menurunkan angka cukup.

Semakin saya mampu memahami, terutama diri sendiri lalu keluarga dan orang-orang yang berinteraksi dengan saya maupun brand bisnis saya, semakin saya merasa lebih menikmati kehidupan. Dari memahami diri sendiri saya mampu menjadi diri sendiri, mampu menemukan kebahagiaan dalam diri. Sehingga bisa menebarkan kebahagiaan dalam diri tersebut kepada siapapun yang berinteraksi dengan saya, baik manusia maupun alam sekitar tanpa perhitungan.

Ketulusan tanpa berharap balasan membuahkan kenikmatan kehidupan. Hidup jadi tidak rumit dan enteng serta berasa lepas, tidak bikin pusing. Itu idealnya, saya sedang belajar semampu saya ke arah sana. Ketika semakin banyak yang merasakan kebahagiaan, kemandirian, serta kebermanfaatan dengan keberadaan diri saya, semakin saya menikmati kehidupan.

Semakin banyak saya menemukan hal-hal sederhana yang mampu memberikan kebahagiaan, semakin saya bisa lebih menikmati kehidupan. Seperti menoleh kebelakang lalu bersyukur sudah berjalan sejauh ini lalu jadi semangat untuk melanjutkan perjalanan lagi. Tidak hanya jauh perjalanan yang sudah ditempuh, namun juga otot otak hati yang semakin kesini semakin kuat, serta pencerahan demi pencerahan yang semakin banyak didapat. Menyadari kemajuan yang selama ini sudah dicapai. Melihat keluarga sehat dan lebih bahagia dibanding sebelumnya. Melihat dan menyadari apa-apa yang selama ini sudah dititipkan Tuhan sehingga bisa dimanfaatkan untuk mencapai tujuan demi tujuan.

Akhir kata, ini makna sukses versi saya. Bagaimana dengan makna sukses versi kamu? Bagikan juga yuk!!

Jumat, 09 Oktober 2020

Tujuan Hidup

Tujuan hidup bisa berubah-ubah. Intinya sama sih. Otw nya menuju tujuan hidup ideal, yaitu mendapat ridho Allah SWT, bisa bertemu dengan-Nya di surga. Cuma untuk mempunyai tujuan hidup ideal hingga meresap di hati itu ya bisa dicapai ketika iman dan cinta kepada-Nya sudah cukup kuat. Iman ku belum sekuat itu. Semoga nanti di masa depan bisa sekuat itu sehingga punya tujuan hidup se ideal itu.

Dulu kan aku pernah menulis tentang definisi sukses di tahun 2011. Intinya aku pengen jadi manusia bermanfaat dengan jalan yang sudah aku jabarin disana. Sekarang aku ingin menyederhanakan makna suksesku.

Photo by Mike Clark on Unsplash

Aku cuma ingin menjaga kesehatan jiwa raga keluarga kandung intiku, kandungku itu yang pertama yang mana juga terkait dengan berbagai aspek seperti berusaha menjadi masyarakat sosial yang baik dll. Pertama ya aku harus menjaga kesehatan jiwa ragaku dulu, lalu mereka. Tegas dalam memilih circle. Jangan sampai terpenjara dalam circle yang salah.

Untuk saat ini karena aku belum berkeluarga jadi ya kesehatan jiwa ragaku serta ibu dan kakakku terutama kakak yg belum berkeluarga adalah yang utama. Mereka sehat secara jiwa raga aku sudah berasa masuk surga. Bakalan bahagia banget.

Kalau sudah dicapai kesehatan jiwa raga keluarga inti yang stabil dalam jangka waktu tertentu maka saatnya memperluas jangkauan, menjaga kesehatan jiwa orang yang lebih banyak lagi. Kesehatan jiwa raga tidak melulu bebas penyakit total. Ada beberapa penyakit kan yang kalau sudah tergantung menjangkit hanya bisa ditanggulangi gejalanya tanpa bisa benar-benar bersih sembuh total. Jadi bagaimana bisa tetap bahagia dengan apapun yang terjadi sih, lebih ke itu. Memiliki hubungan yang sehat antar anggota keluarga masyarakat serta pertemanan.

Jumat, 05 Juni 2020

Ketimpangan Kontribusi dalam Sebuah Komitmen

You’ll always be a part of me,
I am part of you indefinitely..
(Mariah Carey, Always be My Baby)

                Kemarin siang-siang di pojokan kamar.. tergoda aku tuk berpikir engkau yang kucinta ~ *auto nyanyi* Aku mikir, ntar kalo nikah terus salah satu ada yang sakit sehingga pasangan harus berkorban jauh lebih banyak dibanding pasangan yang lainnya gimana? Kalau teorinya kan namanya menikah ya harus siap susah senang selalu bersama. Saling support.

        Masa depan kan misteri. Gak tau salah satu nantinya apakah ada yang ditakdirkan untuk menjadi ujian kesabaran bagi pasangannya, misal sakit atau apa kek sehingga pasangannya mau gamau ya harus berkorban lebih besar atas nama menjaga komitmen. Perceraian kan sesuatu yang amat dibenci oleh Allah. Disini aku jadi sedikit lebih paham sebuah kata bernama “cinta” Apakah unconditional love itu nyata? Setahuku unconditional love hanya dimiliki oleh seorang ibu kepada anaknya.

              Aku melihat banyak pernikahan tanpa unconditional love sehingga banyak terjadi perceraian atau neraka dalam rumah tangga. Aku sungguh tidak yakin orang-orang yang menikah benar-benar menjadi lebih bahagia dibanding ketika masih single. Aku melihat kemungkinan menjadi jauh lebih bahagia setelah menikah itu 1 : 1000. Sepertinya hanya satu dari seribu orang yang benar-benar menjadi jauh lebih bahagia setelah menikah dibanding ketika masih single. Secara teori susah gitu loh percaya bahwa kemungkinan besar orang menjadi jauh lebih bahagia setelah menikah.

ilustrasi: https://pxhere.com/en/photo/1584817
            Aku terus ingat pesan guruku. Ketika kamu mempunyai partner bisnis, anggaplah dia seperti keluarga kandungmu. Berpartner itu seperti menikah. Kalian harus menerima kekurangan (kalau kelebihan jelas diterimalah tanpa disuruh hehe) partner kalian. Seperti halnya kalian harus menerima ditakdirkan oleh Tuhan menjadi anak siapa dan saudara kandung siapa. Kalian harus menjaga komitmen seperti halnya orang yang menikah. Harus siap susah senang selalu bersama tanpa meninggalkan salah satunya ketika salah satunya memang sedang dalam kondisi sulit (kena musibah atau yang lain). Tidak boleh saling mendepak. Harus selalu siap menambal satu sama lain ketika kondisi pasangannya sedang tidak memungkinkan untuk berkorban setara dengan pasangan satunya.

                Meskipun bisa terjadi bubar jalan dalam sebuah partnership bisnis, sebisa mungkin pesan guruku adalah jagalah komitmen seperti halnya pernikahan. Aku mau jelasin lebih lanjut takut jadi melebar.. Mungkin cerita dari pengajaran guruku bisa My FiRe baca disini: agar lebih memahami maksud dari ceritaku J

                Intinya dalam partnership itu gak boleh itungan berlebihan. Iya itungan bisnis tetap jalan. Tapi harus saling memahami kondisi pasangannya. Semisal pasangannya sebenarnya ingin sekali berkontribusi sebagaimana mestinya namun karena keadaan terpaksa tidak bisa berkontribusi sebagaimana mestinya. Nasib orang kan tidak ada yang tahu. Atau benar-benar bersabar atas kekurangan pasangannya yang sedang otw menjadi lebih baik, karena sebenarnya niatnya sudah kuat sekali. Hanya ya belum saja.. hanya perlu bersabar..

Keadaan kan bisa berbalik, sekarang pasangan kita yang kesusahan di masa depan siapa yang tahu. Kita gak bisa menjamin di masa depan kita akan selalu baik-baik saja kan. Meskipun begitu guruku selalu mengajarkan ketulusan. Setelah memberi, berkorban, ya lepas aja, gausah berharap balasan apa-apa dari penerima yang adalah makhluk Tuhan ..yang tercipta yang paling seksi~ #malahnyanyi.

Harap hanya balasan dari Yang Maha Kuasa. Umur orang tidak ada yang tahu. Kan kasihan kalau kitanya pamrih nanti hutang budi dibawa mati. Kasihan sudah meninggal masih dianggap hutang budi. Tidak ada yang bisa menjamin jasa kita akan dibalas oleh penerima.

Bisa jadi karena penerima yang berkepribadian kurang atau karena kondisi tidak memungkinkan penerima untuk bisa membalas padahal penerima ingin sekali membalas, bahkan mungkin sangat ingin membalas lebih. Karena semuanya ada di tangan Yang Maha Kuasa. Manusia hanya bisa berencana, Tuhan yang menentukan. Sebagaimana pandemi ini, datang mendadak dan kita bisa lihat bagaimana dunia berubah begitu cepat.

         Tepat seminggu sebelum pemerintah menyerukan #StayAtHome #WorkFromHome & #StudyFromHome aku sama partner bisnisku lagi anget-angetnya. Seminggu ketemu 3x sendiri. Kami juga mau menyiapkan beberapa produk ready stock. Kami eh aku ding, menetapkan target yang teman-temanku pada umumnya mungkin bisa jadi cuma memandangku kasian. Terus bilang udah sih, kamu tu cocoknya jadi blablabla blablabla. Intinya lebih baik berhenti bisnis karena sampai sekarang hasilnya tidak kunjung kelihatan wkwkkw.

Kalau partnerku sih percaya-percaya aja kalau target yang aku tetapkan akan tercapai. Tidak ada yang tidak mungkin kata partnerku. Malah aku mulu yang suka bilang gak mungkin wkwkkw. Kurang tau sih dia beneran yakin atau asal bilang mungkin aja. Ya memang segala sesuatunya mungkin jika Tuhan menghendaki, meskipun untuk beberapa hal butuh keajaiban untuk bisa terwujud, hehe.

                Ya begitulah kondisi kami sebelum pemerintah menyerukan untuk #dirumahaja. Tidak lama setelah itu, guruku mengatakan bahwa perekonomian tidak akan baik-baik saja. Para pelaku umkm harus bersiap, agar tidak kaget. Setelah selesai menonton live tsb aku gak bisa tidur, kepalaku berdenyut hebat. Lupakan menyiapkan beberapa produk ready stock. Lupakan target muluk-muluk. Meet up dengan partner pun hanya sebulan sekali. Akhir April, awal Mei, awal Juni ini dari kemarin nangis-nangis mulu aku wkwkkw.

                Pandemi berdampak besar di aku. Sehingga tidak memungkinkan aku menjalankan bagian tugasku dalam bisnis seutuhnya, secara sempurna, sesempurna partnerku. Posisi partnerku lebih vital sih. Sehingga kalau dial alai sedikit itu sangat berdampak pada bisnis kami tidak seperti tugasku yang dampaknya tidak terlau fatal jika aku lalai. Hal tersebut mengakibatkan aku sering bawel sampai marah-marah hebat sekali dua kali. Next aku berusaha lebih sabar kok. Soalnya partnerku juga udah sabar ngadepin aku. Semakin kesini kami selalu bisa menjadi lebih sabar Alhamdulillah.

                Partnerku gatau kalau akhir April, awal Mei, awal Juni ini dari kemarin nangis-nangis mulu. Kalian juga pasti gamau tau. Gapenting wkwkkw. Tapi aku tetep mau cerita :p Jadi kenapa aku nangis-nangis adalah karena. Kenapa aku berpartner karena kinerjaku selalu lebih baik ketika mempunyai partner. Aku udah beberapa kali gagal membangun partnership. Belum apa-apa udah gagal diawal, cuma bertahan sebulan, cuma bertahan beberapa bulan.

                Menurutku alasan utama kenapa bisnisku dari dulu sampai sekarang gini-gini aja ya karena kinerjaku yang payah. So, aku butuh partner seperti yang sekarang ini. Tentu aku tidak hanya memikirkan keuntungan untuk diri sendiri saja tapi aku juga ingin membawa dampak yang benar-benar nyata ke partnerku.

Ingin memberikan bagi hasil yang signifikan, kerasa, bikin bangga orang tua serta keluarga partnerku juga. Tidak hanya partnerku yang bahagia tapi juga keluarganya. Aku ingin berjuang bersama, bersusah payah bersama, untuk berbagi berbahagia bersama, untuk berbagi kebahagiaan. Aku yakin, dengan partner yang tepat bisnisku bisa segera mencapai target yang aku inginkan. Bisa melejit tidak gini-gini aja mulu.

                Saat kami sedang optimis-optimisnya. Indonesia dihajar pandemi. Aku sedih sangat sedih ketika aku gagal membahagiakan partnerku sampai membuat orang tua dan keluarganya bangga. Aku bahkan sudah dua bulan ini gagal memberikan kontribusi yang setara dengan yang dia berikan di bisnis kami. Padahal entah sampai kapan pandemi ini berakhir.

                Bahagia rasanya ketika partnerku bilang dia tidak berpikir mengenai bagi hasil yang akan dia dapat. Aku juga tanya, apakah orang tuanya bertanya mengenai hasil yang dia dapatkan dari bisnis kami. Alhamdulillah tidak. Tapi tetap saja aku sedih, orang tuanya keluarganya sudah mengetahui partnership bisnis kami yang sebenarnya aku inginnya mereka tahu ketika kami sudah sukses. Tapi ya gimanapun takdir Tuhan menakdirkan keluarganya tahu akan partnership bisnis kami. Tidak bisa tidak. Betapa keluarganya juga sudah membantu banyak di bisnis kami.

Tugasku karena belum bisa memberikan penghasilan yang membanggakan ya minimal berusaha sebisa mungkin jangan menciptakan kesedihan. Sebisa mungkin menambah senyuman, kebahagiaan, serta pertumbuhan dalam kehidupan. Harus terus memupuk kesabaran untuk mengurangi bawel dan marah-marah.

Manusia tidak ada yang sempurna kan. Partnerku juga baru gabung 1 tahun 3 bulan tentu berbeda dengan aku yang merupakan foundernya. Menjalankan bisnis ini sejak 6 tahunan yang lalu. Aku harus ingat, partnerku sudah jauh lebih sabar dibanding aku selama ini yang lebih sering bawel dan marah-marah.

Ya memang tugas bagian partnerku memang lebih vital ketimbang bagianku yang berakibat fatal kalau dia lalai sedikit. Tetap aja gak bener kalau aku selalu gagal nahan emosi untuk bawel dan marah-marah. Meskipun begitu aku sudah semakin bisa nahan emosi kok semakin kesini, Alhamdulillah. Aku selalu berusaha memperbaiki caraku berkomunikasi. Agar baik untuk partnership kami, untuk kami.

Bagaimana pun, partner bisnisku sekarang adalah partner bisnis terbaik yang pernah aku miliki. Dia partner bisnis ter-provide, terpeduli, ter gak itungan secara bersamaan. Tidak seperti yang lain yang menjadi partner di kondisi yang tidak serendah ini. Dia bahkan mau bertahan sampai kami bisa mengecap kesuksesan, hingga penghasilan perusahaan aman untuk merekrut karyawan.

Aku berkata bahwa aku pesimis target awal bisa tercapai dengan adanya pandemi ini. Dia bilang tidak ada yang tidak mungkin. Iya, tapi butuh keajaiban batinku. Dia juga bilang prediksi dia mengenai kondisi pandemi ini lebih buruk daripada prediksiku. Dalam artian kalau aku mengira pandemi ini kemungkinan berlangsung dalam hitungan bulan dia memprediksi pandemi ini bisa berlangsung dalam hitungan tahun, karena vaksin yang entah kapan bisa ditemukan.

Aku percaya dia benar-benar bisa bertahan hingga kami mencapai kesuksesan. Namun jika suatu saat takdir berkata lain. Jika karena faktor eksternal tentu harus diterima tentu saja. Tidak ada yang abadi kecuali Tuhan Yang Maha Esa. Jika karena faktor internal aku adalah seseorang yang menghargai temanku sebagai pribadi yang merdeka. Aku tidak berhak memaksa. Dia berhak membuat keputusan apapun. Aku selalu siap dengan perpisahan, My FiRe bisa baca postinganku di medium berikut: https://medium.com/@fenitriutami/menyiapkan-perpisahan-411492889134.

Ya begitulah. Otakku yang berkelana ketika aku duduk dipojokan kamar mendorongku untuk menulis ini. Sudah sebulan lebih sejak akhir April aku sedih tidak sesempurna partnerku dalam menunaikan tugas bagian kami masing-masing dalam bisnis kami. Gagal memberikan kebahagiaan yang aku inginkan dia dapatkan hingga dia mampu membanggakan orang tua dan keluarganya. Sedih banget.

Tepat sebelum pandemi mulai habis-habisan menghajar Indonesia angan-anganku terbang melayang membayangkan kesuksesan. Setelah menyadari ekonomi Indonesia akan tidak baik-baik saja, rasanya seperti terjun bebas dibanting dari luar angkasa. Sakit.

Entah faktor apa saja yang membuatku mulai tertarik dengan pernikahan. Membuatku berusaha memikirkan hal-hal terburuk yang mungkin bisa terjadi di dalam sebuah pernikahan. Kalau yang indah-indah udah sih aku percaya pasti ada. Gausah kalian mencoba meyakinkan. Percaya aku percayaa.. nikah itu ada enaknyaa..

Salah satu hal terburuk yang aku bayangkan adalah bagaimana jika salah satu pasangan mendapat musibah sehingga terjadi ketimpangan kontribusi dalam sebuah pernikahan. Meskipun diperbolehkan, Tuhan sangat membenci perceraian. Untuk itulah diperlukan komitmen dalam membangun sebuah pernikahan.

Sebelum menikah dengan seseorang aku harus bertanya, memastikan, apakah aku siap selalu support selalu menemaninya ketika dibutuhkan dalam semua keadaan. Susah maupun senang. Kalau senang sih gausa ditanyalah, hehe. Apakah aku siap dengan jika suatu saat pasanganku tidak bisa memberi kontribusi yang jauh tidak sepadan. Oh disinilah dibutuhkan kata “cinta”

Aku juga harus memastikan apakah calon pasanganku nanti siap bertahan jika aku tidak bisa memberi kontribusi yang jauh tidak sepadan dengannya. Tentu aku juga harus memastikan sebisa mungkin kami akan selalu berusaha memberikan kontribusi terbaik dalam pernikahan sebisa kami. Oh disinilah dibutuhkan kata “cinta” Inilah yang disebut unconditional love. Meskipun bukan satu-satunya yang dibutuhkan dalam pernikahan, tapi ini hal yang sangat penting harus ada dalam sebuah pernikahan.

Kembali ingat pesan guruku, partnership bisnis itu seperti pernikahan. Kamu harus komit. Tidak itungan. Siap dengan berbagai kemungkinan kondisi partner ke depannya. Tidak asal depak partner. Selalu siap saling menambal kekurangan partner serta siap berkorban lebih saat kondisi partner sedang dalam titik terendah di kehidupannya. My FiRe bisa kembali membaca materi partnership oleh guruku berikut mengapa kita harus menganggap partner seperti keluarga kandung yang harus kita terima kurang lebihnya: https://juraganforum.com/partner-bisnis-1/ dan https://juraganforum.com/partner-bisnis-2/ 

Jadi, kesimpulannya adalah aku harusnya gak boleh sedih karena kontribusiku yang timpang dibanding partner selama dua bulanan ini. Karena ya memang harusnya seperti inilah partnership. Masa depan adalah misteri. Kita tidak tahu cobaan seperti apa yang menanti di depan.

Pandemi telah memberikan ujian komitmen bagi partnerku. Dia bersedia bertahan. Meskipun aku melihatnya dia sepertinya santai-santai saja sih. Enteng-enteng aja. Toh partnership kami tidak terlalu mengganggu waktunya. Akunya aja yang gak enakan dan berlebihan wkwkwk. Padahal partnerku dah bilang gausah gaenakan. OK. Harusnya aku gak boleh sedih. Karena memang harusnya begini. Inilah partnership. Tentang komitmen.

Hey partner, jika umur panjang aku ingin membalas jasamu lebih dari yang sudah kamu dan keluargamu berikan. Aku tidak ingin hutang budi. Aku tau kamu dan keluargamu tulus. Tapi aku tetap ingin membalas kebaikan, kalau Tuhan mengijinkan aku ingin membalas lebih dari yang sudah diberikan. Terimakasih telah menjadi pahlawan yang memilih tetap bertahan berjuang bersama  meski aku sedang berada di salah satu episode titik terendah di hidupku.

Jumat, 21 Februari 2020

Riset Jodoh

Ada sebagian orang yang bisa mantap menikah dengan seseorang tanpa riset memadai ada yang melakukan riset terlebih dahulu. Contoh yang tanpa riset misal lihat akun IG dengan foto profil cantik langsung ngelamar. Padahal klonengan wkwkkw. Kan banyak ya orang bikin akun IG dg foto cantik2 tapi admin dibelakangnya cowok, fotonya asal nyomot di internet. Pas followernya dah banyak ganti jadi akun olshop atau apalah. Atau bisa malah buat nipu orang kayak yg dilakukan seorang ibu-ibu TKI Taiwan yang ngompasi mas-mas TKI Korea, bikin akun facebook pakai foto mbak-mbak MUA yang wajahnya mirip artis korea.

Ada yang baru ketemu langsung ngajak nikah, katanya fallin in love at first sigh. Sebagian lagi memilih melakukan riset dulu. Ada yang lewat pacaran ada yang lewat taarufan. Bedanya pacaran sama taarufan apa sih? Bedanya, dalam sebuah hubungan pacaran minimal salah satu ada yang jatuh cinta dulu. Ada yang ingin memiliki dulu. Ada yang ngarep dulu. Lalu kalau satunya belum cinta ya dia punya kewajiban untuk menumbuhkan cinta ke lawan pacarannya. Jadi sudah ada ngarep dulu. Kalau terjadi putus hubungan pasti menyisakan luka dalam hati yang bisa bikin gagal move on.

Nah kalau taarufan versi aku sih riset jodoh tanpa rasa cinta. Jadi justru adanya rasa cinta diantara dua orang yang sedang taaruf itu sesuatu yang dihindari. Kalau api asmaranya mulai muncul ya harus segera dipadamkan hehe. Jadi tidak boleh ada kata ngarep dalam taaruf.

Fokus taaruf adalah mencari tahu kecocokan antara dua orang yang sudah siap menikah. Apakah mereka siap membangun rumah tangga berdua dengan segala kekurangan yang dimiliki oleh mereka. Bagaimana pandangan masing-masing tentang kehidupan, pendidikan anak, pengelolaan keuangan, sifat-sifat iyuh masing-masing, segala preferensi yang sekiranya bisa menimbulkan masalah dalam rumah tangga benar-benar diobrolkan sekira-nya bakal jadi masalah besar atau tidak nanti ketika menikah.

Hal-hal sepele seperti bau badan, dll menurut aku juga perlu dibicarakan kalau memang salah satu pihak merupakan seseorang yang cukup sensitif dengan bau badan. Ekspektasi masing-masing dalam hubungan berumah tangga juga wajib dibicarakan. Apakah cocok. Apakah ada yang harus mengalah. Toleransi pada beberapa kekurangan pasangan menurut aku wajib juga sih karena gimana pun manusia kan gak ada yang sempurna. Apakah masing-masing siap menoleransi beberapa sisi dari pasangan yang mungkin bakal susah berubah atau tidak mungkin berubah.

Intinya fokus riset doang tanpa rasa sih kalau taaruf. Secara berlaka dievaluasi apakah sebaiknya proses taaruf terus berlanjut hingga akhirnya mendaftarkan pernikahan di KUA atau cukup dan tidak bisa lanjut karena ada ketidakcocokan yang tidak bisa ditoleransi. Misal mempunyai pandangan yang berbeda terkait pendidikan anak serta pengelolaan kekuangan dan tidak dicapai kata sepakat, atau alasan lain.

Jadi ya enteng aja sih kalau taaruf mau mulai ngajakin taaruf maupun mengakhiri taaruf. Gak ada drama-drama yang merasa sudah dibaperin eh terus ditinggalin. Gak ada cerita-cerita gagal move on karena banyak kenangan-kenangan indah selama pacaran/pdkt. Karena memang gak ada cinta-cintaan dalam taaruf. Gak ada sayang-sayangan. Kalau ngobrol ya fokus mencari tahu kecocokan keduanya dalam membangun rumah tangga. Gak ada bersenang-senang doang. Karena intinya fokus riset. Gak ada yang ngarep buat segera memiliki.

Jadi taaruf bisa diakhiri tanap berakhir menjadi sebuah permusuhan. Kan kalau pacaran putus biasanya terus pada musuhan. Ketika taaruf berakhir tetap bisa berteman baik. Tidak ada yang merasa tersakiti. Misal tahun 2019 si A taaruf dengan X, Y, dan Z. Awal tahun dia taaruf dengan X, tengah tahun dengan Y, akhir tahun dengan Z. Kenapa 3x? Karena diawal tahun tidak dicapai kata sepakat dengan X begitu pula dengan Y dan Z setelahnya. Lalu pada awal 2020 si A pengen taaruf lagi dengan X eh ternyata diawal tahun 2020 dicapai kata sepakat setelah A dan X mempertinggi toleransi atau berubah pikiran terus mereka berjodoh dan membangun rumah tangga. Bisa jadi loh bisa jadi.

Kalau saya sih pengennya ya sekali taaruf langsung jadi males taaruf berkali-kali pasti capek banget. Ya harus siap berdiskusi yang bisa jadi alot bisa jadi enteng karena eh ternyata lawan taaruf saya tidak mempunyai banyak perbedaan pandangan dengan saya dan kami bisa menoleransi kekurangan kepribadian masing-masing. Kalau taaruf harus siap terbuka dalam mengutarakan sesuatu sih jangan ada yang dipendam kalau ada yang mau disampaikan kalau memang bisa memicu masalah besar di kemudian hari ketika sudah berumah tangga.

Intinya nantinya kalau dicapai kata sepakat masing-masing harus sudah benar-benar ikhlas dengan kesepakatan tsb. Tidak ada yang terpaksa atau yaudah bilang iya aja biar gak ribut. Kan mending diskusi alot waktu taaruf daripada ribut pas sudah berumah tangga. Meskipun konflik dalam rumah tangga sesuatu yang susah dihindari dan wajar kalau terjadi.

Surga Dunia yang Baru

ilustrasi: istockphoto.com  Weh dah lama gak update disini aku. Update ah. Gara-gara Tiktok sama Podcast aku jadi menemukan cara baru yang k...