You’ll always be a
part of me,
I am part of you
indefinitely..
(Mariah Carey, Always be My Baby)
Kemarin siang-siang di pojokan kamar.. tergoda aku tuk berpikir engkau yang kucinta ~
*auto nyanyi* Aku mikir, ntar kalo nikah terus salah satu ada yang sakit
sehingga pasangan harus berkorban jauh lebih banyak dibanding pasangan yang
lainnya gimana? Kalau teorinya kan namanya menikah ya harus siap susah senang
selalu bersama. Saling support.
Masa depan kan
misteri. Gak tau salah satu nantinya apakah ada yang ditakdirkan untuk menjadi
ujian kesabaran bagi pasangannya, misal sakit atau apa kek sehingga pasangannya
mau gamau ya harus berkorban lebih besar atas nama menjaga komitmen. Perceraian
kan sesuatu yang amat dibenci oleh Allah. Disini aku jadi sedikit lebih paham
sebuah kata bernama “cinta” Apakah unconditional love itu nyata? Setahuku
unconditional love hanya dimiliki oleh seorang ibu kepada anaknya.
Aku melihat
banyak pernikahan tanpa
unconditional love sehingga banyak terjadi perceraian
atau neraka dalam rumah tangga. Aku sungguh tidak yakin orang-orang yang
menikah benar-benar menjadi lebih bahagia dibanding ketika masih single. Aku
melihat kemungkinan menjadi jauh lebih bahagia setelah menikah itu 1 : 1000.
Sepertinya hanya satu dari seribu orang yang benar-benar menjadi jauh lebih
bahagia setelah menikah dibanding ketika masih single. Secara teori susah gitu
loh percaya bahwa kemungkinan besar orang menjadi jauh lebih bahagia setelah
menikah.
|
ilustrasi: https://pxhere.com/en/photo/1584817 |
Aku terus ingat
pesan guruku. Ketika kamu mempunyai partner bisnis, anggaplah dia
seperti keluarga kandungmu. Berpartner itu seperti menikah. Kalian harus
menerima kekurangan (kalau kelebihan jelas diterimalah tanpa disuruh hehe)
partner kalian. Seperti halnya kalian harus menerima ditakdirkan oleh Tuhan
menjadi anak siapa dan saudara kandung siapa. Kalian harus menjaga komitmen
seperti halnya orang yang menikah. Harus siap susah senang selalu bersama tanpa
meninggalkan salah satunya ketika salah satunya memang sedang dalam kondisi
sulit (kena musibah atau yang lain). Tidak boleh saling mendepak. Harus selalu
siap menambal satu sama lain ketika kondisi pasangannya sedang tidak
memungkinkan untuk berkorban setara dengan pasangan satunya.
Meskipun bisa
terjadi bubar jalan dalam sebuah partnership bisnis, sebisa mungkin pesan
guruku adalah jagalah komitmen seperti halnya pernikahan. Aku mau jelasin lebih
lanjut takut jadi melebar.. Mungkin cerita dari pengajaran guruku bisa
My FiRe baca disini: agar lebih memahami maksud dari ceritaku
J
Intinya dalam partnership
itu gak boleh itungan berlebihan. Iya itungan bisnis tetap jalan. Tapi harus
saling memahami kondisi pasangannya. Semisal pasangannya sebenarnya ingin
sekali berkontribusi sebagaimana mestinya namun karena keadaan terpaksa tidak
bisa berkontribusi sebagaimana mestinya. Nasib orang kan tidak ada yang tahu.
Atau benar-benar bersabar atas kekurangan pasangannya yang sedang otw menjadi
lebih baik, karena sebenarnya niatnya sudah kuat sekali. Hanya ya belum saja..
hanya perlu bersabar..
Keadaan kan bisa berbalik, sekarang pasangan kita
yang kesusahan di masa depan siapa yang tahu. Kita gak bisa menjamin di masa
depan kita akan selalu baik-baik saja kan. Meskipun begitu guruku selalu
mengajarkan ketulusan. Setelah memberi, berkorban, ya lepas aja, gausah
berharap balasan apa-apa dari penerima yang adalah makhluk Tuhan ..yang
tercipta yang paling seksi~ #malahnyanyi.
Harap hanya balasan dari Yang Maha Kuasa. Umur orang
tidak ada yang tahu. Kan kasihan kalau kitanya pamrih nanti hutang budi dibawa mati.
Kasihan sudah meninggal masih dianggap hutang budi. Tidak ada yang bisa
menjamin jasa kita akan dibalas oleh penerima.
Bisa jadi karena penerima yang berkepribadian kurang
atau karena kondisi tidak memungkinkan penerima untuk bisa membalas padahal penerima
ingin sekali membalas, bahkan mungkin sangat ingin membalas lebih. Karena
semuanya ada di tangan Yang Maha Kuasa. Manusia hanya bisa berencana, Tuhan
yang menentukan. Sebagaimana pandemi ini, datang mendadak dan kita bisa lihat
bagaimana dunia berubah begitu cepat.
Tepat seminggu
sebelum pemerintah menyerukan #StayAtHome #WorkFromHome & #StudyFromHome aku
sama partner bisnisku lagi anget-angetnya. Seminggu ketemu 3x sendiri. Kami
juga mau menyiapkan beberapa produk ready stock. Kami eh aku ding, menetapkan
target yang teman-temanku pada umumnya mungkin bisa jadi cuma memandangku
kasian. Terus bilang udah sih, kamu tu cocoknya jadi blablabla blablabla.
Intinya lebih baik berhenti bisnis karena sampai sekarang hasilnya tidak
kunjung kelihatan wkwkkw.
Kalau partnerku sih percaya-percaya aja kalau target
yang aku tetapkan akan tercapai. Tidak ada yang tidak mungkin kata partnerku.
Malah aku mulu yang suka bilang gak mungkin wkwkkw. Kurang tau sih dia beneran
yakin atau asal bilang mungkin aja. Ya memang segala sesuatunya mungkin jika
Tuhan menghendaki, meskipun untuk beberapa hal butuh keajaiban untuk bisa
terwujud, hehe.
Ya begitulah
kondisi kami sebelum pemerintah menyerukan untuk #dirumahaja. Tidak lama
setelah itu, guruku mengatakan bahwa perekonomian tidak akan baik-baik saja.
Para pelaku umkm harus bersiap, agar tidak kaget. Setelah selesai menonton live
tsb aku gak bisa tidur, kepalaku berdenyut hebat. Lupakan menyiapkan beberapa
produk ready stock. Lupakan target muluk-muluk. Meet up dengan partner pun
hanya sebulan sekali. Akhir April, awal Mei, awal Juni ini dari kemarin
nangis-nangis mulu aku wkwkkw.
Pandemi berdampak
besar di aku. Sehingga tidak memungkinkan aku menjalankan bagian tugasku dalam
bisnis seutuhnya, secara sempurna, sesempurna partnerku. Posisi partnerku lebih
vital sih. Sehingga kalau dial alai sedikit itu sangat berdampak pada bisnis
kami tidak seperti tugasku yang dampaknya tidak terlau fatal jika aku lalai.
Hal tersebut mengakibatkan aku sering bawel sampai marah-marah hebat sekali dua
kali. Next aku berusaha lebih sabar kok. Soalnya partnerku juga udah sabar
ngadepin aku. Semakin kesini kami selalu bisa menjadi lebih sabar
Alhamdulillah.
Partnerku gatau
kalau akhir April, awal Mei, awal Juni ini dari kemarin nangis-nangis mulu.
Kalian juga pasti gamau tau. Gapenting wkwkkw. Tapi aku tetep mau cerita :p
Jadi kenapa aku nangis-nangis adalah karena. Kenapa aku berpartner karena
kinerjaku selalu lebih baik ketika mempunyai partner. Aku udah beberapa kali
gagal membangun partnership. Belum apa-apa udah gagal diawal, cuma bertahan
sebulan, cuma bertahan beberapa bulan.
Menurutku alasan
utama kenapa bisnisku dari dulu sampai sekarang gini-gini aja ya karena
kinerjaku yang payah. So, aku butuh partner seperti yang sekarang ini. Tentu aku
tidak hanya memikirkan keuntungan untuk diri sendiri saja tapi aku juga ingin
membawa dampak yang benar-benar nyata ke partnerku.
Ingin memberikan bagi hasil
yang signifikan, kerasa, bikin bangga orang tua serta keluarga partnerku juga.
Tidak hanya partnerku yang bahagia tapi juga keluarganya. Aku ingin berjuang
bersama, bersusah payah bersama, untuk berbagi berbahagia bersama, untuk
berbagi kebahagiaan. Aku yakin, dengan partner yang tepat bisnisku bisa segera
mencapai target yang aku inginkan. Bisa melejit tidak gini-gini aja mulu.
Saat kami sedang
optimis-optimisnya. Indonesia dihajar pandemi. Aku sedih sangat sedih ketika
aku gagal membahagiakan partnerku sampai membuat orang tua dan keluarganya
bangga. Aku bahkan sudah dua bulan ini gagal memberikan kontribusi yang setara
dengan yang dia berikan di bisnis kami. Padahal entah sampai kapan pandemi ini
berakhir.
Bahagia rasanya
ketika partnerku bilang dia tidak berpikir mengenai bagi hasil yang akan dia
dapat. Aku juga tanya, apakah orang tuanya bertanya mengenai hasil yang dia
dapatkan dari bisnis kami. Alhamdulillah tidak. Tapi tetap saja aku sedih,
orang tuanya keluarganya sudah mengetahui partnership bisnis kami yang
sebenarnya aku inginnya mereka tahu ketika kami sudah sukses. Tapi ya gimanapun
takdir Tuhan menakdirkan keluarganya tahu akan partnership bisnis kami. Tidak
bisa tidak. Betapa keluarganya juga sudah membantu banyak di bisnis kami.
Tugasku karena belum bisa memberikan penghasilan yang
membanggakan ya minimal berusaha sebisa mungkin jangan menciptakan kesedihan.
Sebisa mungkin menambah senyuman, kebahagiaan, serta pertumbuhan dalam
kehidupan. Harus terus memupuk kesabaran untuk mengurangi bawel dan
marah-marah.
Manusia tidak ada yang sempurna kan. Partnerku juga
baru gabung 1 tahun 3 bulan tentu berbeda dengan aku yang merupakan foundernya.
Menjalankan bisnis ini sejak 6 tahunan yang lalu. Aku harus ingat, partnerku
sudah jauh lebih sabar dibanding aku selama ini yang lebih sering bawel dan
marah-marah.
Ya memang tugas bagian partnerku memang lebih vital
ketimbang bagianku yang berakibat fatal kalau dia lalai sedikit. Tetap aja gak
bener kalau aku selalu gagal nahan emosi untuk bawel dan marah-marah. Meskipun
begitu aku sudah semakin bisa nahan emosi kok semakin kesini, Alhamdulillah.
Aku selalu berusaha memperbaiki caraku berkomunikasi. Agar baik untuk
partnership kami, untuk kami.
Bagaimana pun, partner bisnisku sekarang adalah
partner bisnis terbaik yang pernah aku miliki. Dia partner bisnis ter-provide, terpeduli, ter gak itungan
secara bersamaan. Tidak seperti yang lain yang menjadi partner di kondisi yang
tidak serendah ini. Dia bahkan mau bertahan sampai kami bisa mengecap
kesuksesan, hingga penghasilan perusahaan aman untuk merekrut karyawan.
Aku berkata bahwa aku pesimis target awal bisa
tercapai dengan adanya pandemi ini. Dia bilang tidak ada yang tidak mungkin.
Iya, tapi butuh keajaiban batinku. Dia juga bilang prediksi dia mengenai
kondisi pandemi ini lebih buruk daripada prediksiku. Dalam artian kalau aku
mengira pandemi ini kemungkinan berlangsung dalam hitungan bulan dia
memprediksi pandemi ini bisa berlangsung dalam hitungan tahun, karena vaksin
yang entah kapan bisa ditemukan.
Aku percaya dia benar-benar bisa bertahan hingga kami
mencapai kesuksesan. Namun jika suatu saat takdir berkata lain. Jika karena
faktor eksternal tentu harus diterima tentu saja. Tidak ada yang abadi kecuali
Tuhan Yang Maha Esa. Jika karena faktor internal aku adalah seseorang yang
menghargai temanku sebagai pribadi yang merdeka. Aku tidak berhak memaksa. Dia
berhak membuat keputusan apapun. Aku selalu siap dengan perpisahan, My FiRe bisa baca postinganku di medium berikut:
https://medium.com/@fenitriutami/menyiapkan-perpisahan-411492889134.
Ya begitulah. Otakku yang berkelana ketika aku duduk
dipojokan kamar mendorongku untuk menulis ini. Sudah sebulan lebih sejak akhir
April aku sedih tidak sesempurna partnerku dalam menunaikan tugas bagian kami
masing-masing dalam bisnis kami. Gagal memberikan kebahagiaan yang aku inginkan
dia dapatkan hingga dia mampu membanggakan orang tua dan keluarganya. Sedih banget.
Tepat sebelum pandemi mulai habis-habisan menghajar
Indonesia angan-anganku terbang melayang membayangkan kesuksesan. Setelah
menyadari ekonomi Indonesia akan tidak baik-baik saja, rasanya seperti terjun
bebas dibanting dari luar angkasa. Sakit.
Entah faktor apa saja yang membuatku mulai tertarik
dengan pernikahan. Membuatku berusaha memikirkan hal-hal terburuk yang mungkin
bisa terjadi di dalam sebuah pernikahan. Kalau yang indah-indah udah sih aku
percaya pasti ada. Gausah kalian mencoba meyakinkan. Percaya aku percayaa..
nikah itu ada enaknyaa..
Salah satu hal terburuk yang aku bayangkan adalah
bagaimana jika salah satu pasangan mendapat musibah sehingga terjadi
ketimpangan kontribusi dalam sebuah pernikahan. Meskipun diperbolehkan, Tuhan
sangat membenci perceraian. Untuk itulah diperlukan komitmen dalam membangun
sebuah pernikahan.
Sebelum menikah dengan seseorang aku harus bertanya,
memastikan, apakah aku siap selalu support selalu menemaninya ketika dibutuhkan
dalam semua keadaan. Susah maupun senang. Kalau senang sih gausa ditanyalah,
hehe. Apakah aku siap dengan jika suatu saat pasanganku tidak bisa memberi
kontribusi yang jauh tidak sepadan. Oh disinilah dibutuhkan kata “cinta”
Aku juga harus memastikan apakah calon pasanganku
nanti siap bertahan jika aku tidak bisa memberi kontribusi yang jauh tidak sepadan
dengannya. Tentu aku juga harus memastikan sebisa mungkin kami akan selalu
berusaha memberikan kontribusi terbaik dalam pernikahan sebisa kami. Oh disinilah
dibutuhkan kata “cinta” Inilah yang disebut unconditional love. Meskipun bukan
satu-satunya yang dibutuhkan dalam pernikahan, tapi ini hal yang sangat penting
harus ada dalam sebuah pernikahan.
Kembali ingat pesan guruku, partnership bisnis itu
seperti pernikahan. Kamu harus komit. Tidak itungan. Siap dengan berbagai
kemungkinan kondisi partner ke depannya. Tidak asal depak partner. Selalu siap
saling menambal kekurangan partner serta siap berkorban lebih saat kondisi partner
sedang dalam titik terendah di kehidupannya. My FiRe bisa kembali membaca
materi partnership oleh guruku berikut mengapa kita harus menganggap partner
seperti keluarga kandung yang harus kita terima kurang lebihnya:
https://juraganforum.com/partner-bisnis-1/ dan
https://juraganforum.com/partner-bisnis-2/
Jadi, kesimpulannya adalah aku harusnya gak boleh
sedih karena kontribusiku yang timpang dibanding partner selama dua bulanan
ini. Karena ya memang harusnya seperti inilah partnership. Masa depan adalah
misteri. Kita tidak tahu cobaan seperti apa yang menanti di depan.
Pandemi telah memberikan ujian komitmen bagi
partnerku. Dia bersedia bertahan. Meskipun aku melihatnya dia sepertinya
santai-santai saja sih. Enteng-enteng aja. Toh partnership kami tidak terlalu
mengganggu waktunya. Akunya aja yang gak enakan dan berlebihan wkwkwk. Padahal
partnerku dah bilang gausah gaenakan. OK. Harusnya aku gak boleh sedih. Karena
memang harusnya begini. Inilah partnership. Tentang komitmen.
Hey partner, jika umur panjang aku ingin membalas
jasamu lebih dari yang sudah kamu dan keluargamu berikan. Aku tidak ingin
hutang budi. Aku tau kamu dan keluargamu tulus. Tapi aku tetap ingin membalas
kebaikan, kalau Tuhan mengijinkan aku ingin membalas lebih dari yang sudah
diberikan. Terimakasih telah menjadi pahlawan yang memilih tetap bertahan
berjuang bersama meski aku sedang berada
di salah satu episode titik terendah di hidupku.