Tulisan di bawah itu karyaku yang ketiga. Sebelumnya aku dua kali ikut lomba nulis. Dulu pas kelas satu nyoba ikut pertama kali dapet peringkat 15 dari sekitar 45 peserta SMA tingkat Yogyakarta. Di lomba yang kedua aku ga tau peringkat ke berapa, yang jelas ga masuk 10 besar :’D. Soalnya cuma diumumin yang 10 besar utk maju ke babak final.
Awalnya
Pertama kali guruku Bahasa Indonesia ngumumin kalo ada lomba menulis dengan tema persepsi remaja tentang produk Telkom, aku males banget ikut. Apalagi waktu itu guruku bilang kalo tu lomba tingkat nasional en hadiahnya gede banget (5 juta utk juara pertama), langsung mengkeret deh aku, pasti susah tuh menangnya, jadi pemberitahuan guruku waktu itu cuma tak anggap angin lalu, orang menang tingkat kota aja belum, mosok dah ikut lomba tingkat nasional
Beberapa waktu kemudian guruku ternyata malah mewajibkan semua siswa kelas XI buat ikut tuh lomba. Guruku yang satu ini memang terkenal suka ngasi tugas ikut lomba. Guruku nugasin kelompok, 1 kelompok 4 anak, maka muncullah kebiasaan teman-temanku, kalo ada tugas kelompok kayak gini yang ngerjain cuma salah satu dari anggota kelompok. Yaudahlah mending ditenani (diseriusin), karena syarat lombanya adalah tulisan merupakan karya individual maka ketika temen-temenku pada ga ada ide dan ga semangat ngerjain tugas aku justru semangat, okeh aku serius ikut lomba.
Proses Munculnya Ide
Ide-ku mengangkat flexi yang kurang diminati pelajar kota Yogyakarta bermula dari pengalaman pahitku (lebay..) selama menggunakan flexi. Ceritanya gini, sejak kelas X SMA aku ga cuma berteman dengan teman satu SMA tetapi aku juga sudah punya banyak teman dari berbagai SMA terutama SMA Negeri di lingkungan kota Yogyakarta, aku sering ikut acara antar SMA dan di akhir kelas X aku ikut menjadi panitia Silakbar (Silaturahmi Akbar) Farohis Jogja. Butuh pulsa ekstra untuk berhubungan dengan teman-temanku lewat hape, karena flexi hanya menawarkan harga murah untuk berhubungan dengan sesama flexi, padahal hampir ga da teman-temanku yang pake flexi, kalaupun ada biasanya punya ortunya atau nomor flexi rumah itu pun sangat sedikit (hufft). Temannya teman-temanku di SMA masing-masing pun juga sama juarang buanget (hampir ga ada) yang pake flexi.
Proses Penyelesaian Tulisan
Dalam proses penyelesaiannya aku konsultasi ma temenku yang sudah berpengalaman membuat tulisan, dua anak UNY (mbak Titis n mbak Eni) dan Ketua FLP Yogyakarta (mbak Iwul), aku bikin, trus minta mereka ngomentari karyaku. Pede-ku bertambah buanyak ketika tulisanku tak suruh baca mbak Iwul, katanya tulisanku udah bagus, hanya masih banyak salah ketik. Kalo mbak Titis waktu itu komentar aku harusnya punya bukti (misal hasil survei) kalo pelajar Yogyakarta emang bener-bener ga minat ma flexi. So, aku perbaiki tulisanku dan buat angket, trus disebarin.
Dalam penyebaran angket, dari empat anggota kelompokku hanya satu anak saat itu yang mau mbantuin aku, namanya Massaria. Proses penyebaran angket dan pengisian angket oleh responden tidaklah berjalan mulus. Ada beberapa angket yang tidak laik dipakai menjadi sumber data karena pengisian yang kurang tepat. Aku pun pake 25 angket yang laik. Hasilnya terbukti kalo hanya sedikit pelajar yang pakai flexi
Selama penyebaran angket aku minta do’a sama para responden biar aku menang, targetku juara kataku. Meski sebelum diwajibkan aku sempat minder, tapi setelah diwajibkan dan aku punya ide yang menurutku lumayan apalagi dinilai bagus oleh mbak Iwul yang ketua FLP Jogja aku jadi pede abis.
Pengumuman
Sepulang dari nginep semalam di pondok tempat kakak alumniku (Mbak Fifi) nyantri, aku dikasi tau Ibu-ku kalo kemarin sore si Dita (temenku SMA) datang ngasi kabar kalau karya aku ma dia masuk final 4 besar, dia tau dari e-mail panitia yang dikirim panitia. Spontan aku senang biyanget waktu itu. Pokoke senang biyanget lah, tingkat nasional bo, hadiahnya pun gede. Aku juga ngecek e-mailku yang tak pakai buat ngirimin karyaku, ternyata disana juga ada e-mail dari panitia (Pak Hikmat) yang menyatakan bahaw dari SMA 9 ada 2 karya yang lolos final, karyaku ma karya Dita.
Menuju presentasi 4 besar aku coba latihan sendiri ga jelas dan ga efisien, geje abis, ga tek guno hihi... . Pengen latian di depan temen-temen tapi ga kelaksana-kelaksana juga. Tapi aku emang sempet disuruh presentasi di depan kelas, dasare aku ga pinter ngomong, ya jelek lah hasile, dasare aku nervous-an
Dan, hari “H” final aku dan Dita berseragam lengkap pakai jas almamater SMA, boncengan ke kantor Telkom Yogyakarta, disana aku ma Dita di bawa kalo ga salah ke lantai dua apa tiga ya lupalah yang jelas ga di lantai satu, di suatu tempat semacam tempat rapat. Ditemani sekitar dua orang dari Telkom aku ma Dita presentasi di Jogja melalui telekonferens, jurinya ada di Bandung. Kami ga liat wajah jurinya, hanya dengar suaranya, kami pun presentsinya sambil duduk. Aku merasa beruntung saat itu karena yang disuruh presentasi pertama kali si Dita, aku pun di suruh keluar nunggu dulu. Di luar ada snack, aku di persilakan untuk mencicipi, tapi aku malah deg deg an. Tibalah saatnya presentasi, meskipun ga terbata-bata tapi suara di Bandung terdengar gemeteran. Habis itu aku di puji-puji ma bapak karyawan Telkom yang nemenin aku ma Dita, wah aku jadi yakin menang nih. Kami sih berharap juara semua, sehingga bisa pergi ke Bandung berdua.
Menunggu waktu pengumuman aku dan Dita ga sabar. Hari “H” pengumuman yang dijanjikan tidak ditepati panitia. Telat satu hari panita baru mengumumkan hasilnya, karena ga sabar, kami pun minta tolong Pak Guru Pkn yang saat itu membawa laptop ke kelas untuk menonton pengumuman, tapi si bapak tidak mau, hanya mau kalo beliau sudah berada di ruang guru, sesampainya di ruang guru kami pun melihat hasilnya. Membuncah rasanya, pas aku liat kalo aku juara I, gila!!! sedangkan si Dita Juara III!!! Kami jadi ke Bandung berdua!!!. Spontan guru-guru di sekolahku jadi heboh. Berita kemenanganku otomatis cepat tersebar di seantero sekolah khususnya siswa kelas XI
Beberapa hari berikutnya, kami harus ke Bandung bersama bapak guru bahasa Indonesia. Perjalanan menuju Bandung kami tempuh menggunakan travel. Sesampainya disana kami bertiga sudah disediakan 2 kamar hotel, satu untuk bapak guru, satu untuk aku dan Dita. Saat makan pagi di Hotel Topaz kami juga melihat mbak Meutia Hafidz yang juga sedang sarapan, siangnya dia akan menjadi moderator dalam salah satu rangkaian acara silaturahmi karyawan BUMN. Penyerahan hadiah untuk kami juga pada acara yang sama, tetapi penyerahan hadiah tersebut berada di awal acara. Sebelumnya kami sempat diwawancarai oleh koran harian lokal setempat mengenai kemenangan kami, hihihi.. baru kali ini aku diwawancarai koran. Si bapak guru bahasa Indonesia pun berperan sebagai tukang potret sampai-sampai kami lupa memotret si bapak saat menggantikan pak kepala sekolah menerima penghargaan dari Sekar Telkom (untuk SMA 9 sebagai Juara Umum).