Ada sebagian orang yang bisa mantap menikah dengan seseorang tanpa riset memadai ada yang melakukan riset terlebih dahulu. Contoh yang tanpa riset misal lihat akun IG dengan foto profil cantik langsung ngelamar. Padahal klonengan wkwkkw. Kan banyak ya orang bikin akun IG dg foto cantik2 tapi admin dibelakangnya cowok, fotonya asal nyomot di internet. Pas followernya dah banyak ganti jadi akun olshop atau apalah. Atau bisa malah buat nipu orang kayak yg dilakukan seorang ibu-ibu TKI Taiwan yang ngompasi mas-mas TKI Korea, bikin akun facebook pakai foto mbak-mbak MUA yang wajahnya mirip artis korea.
Ada yang baru ketemu langsung ngajak nikah, katanya fallin in love at first sigh. Sebagian lagi memilih melakukan riset dulu. Ada yang lewat pacaran ada yang lewat taarufan. Bedanya pacaran sama taarufan apa sih? Bedanya, dalam sebuah hubungan pacaran minimal salah satu ada yang jatuh cinta dulu. Ada yang ingin memiliki dulu. Ada yang ngarep dulu. Lalu kalau satunya belum cinta ya dia punya kewajiban untuk menumbuhkan cinta ke lawan pacarannya. Jadi sudah ada ngarep dulu. Kalau terjadi putus hubungan pasti menyisakan luka dalam hati yang bisa bikin gagal move on.
Nah kalau taarufan versi aku sih riset jodoh tanpa rasa cinta. Jadi justru adanya rasa cinta diantara dua orang yang sedang taaruf itu sesuatu yang dihindari. Kalau api asmaranya mulai muncul ya harus segera dipadamkan hehe. Jadi tidak boleh ada kata ngarep dalam taaruf.
Fokus taaruf adalah mencari tahu kecocokan antara dua orang yang sudah siap menikah. Apakah mereka siap membangun rumah tangga berdua dengan segala kekurangan yang dimiliki oleh mereka. Bagaimana pandangan masing-masing tentang kehidupan, pendidikan anak, pengelolaan keuangan, sifat-sifat iyuh masing-masing, segala preferensi yang sekiranya bisa menimbulkan masalah dalam rumah tangga benar-benar diobrolkan sekira-nya bakal jadi masalah besar atau tidak nanti ketika menikah.
Hal-hal sepele seperti bau badan, dll menurut aku juga perlu dibicarakan kalau memang salah satu pihak merupakan seseorang yang cukup sensitif dengan bau badan. Ekspektasi masing-masing dalam hubungan berumah tangga juga wajib dibicarakan. Apakah cocok. Apakah ada yang harus mengalah. Toleransi pada beberapa kekurangan pasangan menurut aku wajib juga sih karena gimana pun manusia kan gak ada yang sempurna. Apakah masing-masing siap menoleransi beberapa sisi dari pasangan yang mungkin bakal susah berubah atau tidak mungkin berubah.
Intinya fokus riset doang tanpa rasa sih kalau taaruf. Secara berlaka dievaluasi apakah sebaiknya proses taaruf terus berlanjut hingga akhirnya mendaftarkan pernikahan di KUA atau cukup dan tidak bisa lanjut karena ada ketidakcocokan yang tidak bisa ditoleransi. Misal mempunyai pandangan yang berbeda terkait pendidikan anak serta pengelolaan kekuangan dan tidak dicapai kata sepakat, atau alasan lain.
Jadi ya enteng aja sih kalau taaruf mau mulai ngajakin taaruf maupun mengakhiri taaruf. Gak ada drama-drama yang merasa sudah dibaperin eh terus ditinggalin. Gak ada cerita-cerita gagal move on karena banyak kenangan-kenangan indah selama pacaran/pdkt. Karena memang gak ada cinta-cintaan dalam taaruf. Gak ada sayang-sayangan. Kalau ngobrol ya fokus mencari tahu kecocokan keduanya dalam membangun rumah tangga. Gak ada bersenang-senang doang. Karena intinya fokus riset. Gak ada yang ngarep buat segera memiliki.
Jadi taaruf bisa diakhiri tanap berakhir menjadi sebuah permusuhan. Kan kalau pacaran putus biasanya terus pada musuhan. Ketika taaruf berakhir tetap bisa berteman baik. Tidak ada yang merasa tersakiti. Misal tahun 2019 si A taaruf dengan X, Y, dan Z. Awal tahun dia taaruf dengan X, tengah tahun dengan Y, akhir tahun dengan Z. Kenapa 3x? Karena diawal tahun tidak dicapai kata sepakat dengan X begitu pula dengan Y dan Z setelahnya. Lalu pada awal 2020 si A pengen taaruf lagi dengan X eh ternyata diawal tahun 2020 dicapai kata sepakat setelah A dan X mempertinggi toleransi atau berubah pikiran terus mereka berjodoh dan membangun rumah tangga. Bisa jadi loh bisa jadi.
Kalau saya sih pengennya ya sekali taaruf langsung jadi males taaruf berkali-kali pasti capek banget. Ya harus siap berdiskusi yang bisa jadi alot bisa jadi enteng karena eh ternyata lawan taaruf saya tidak mempunyai banyak perbedaan pandangan dengan saya dan kami bisa menoleransi kekurangan kepribadian masing-masing. Kalau taaruf harus siap terbuka dalam mengutarakan sesuatu sih jangan ada yang dipendam kalau ada yang mau disampaikan kalau memang bisa memicu masalah besar di kemudian hari ketika sudah berumah tangga.
Intinya nantinya kalau dicapai kata sepakat masing-masing harus sudah benar-benar ikhlas dengan kesepakatan tsb. Tidak ada yang terpaksa atau yaudah bilang iya aja biar gak ribut. Kan mending diskusi alot waktu taaruf daripada ribut pas sudah berumah tangga. Meskipun konflik dalam rumah tangga sesuatu yang susah dihindari dan wajar kalau terjadi.
Ada yang baru ketemu langsung ngajak nikah, katanya fallin in love at first sigh. Sebagian lagi memilih melakukan riset dulu. Ada yang lewat pacaran ada yang lewat taarufan. Bedanya pacaran sama taarufan apa sih? Bedanya, dalam sebuah hubungan pacaran minimal salah satu ada yang jatuh cinta dulu. Ada yang ingin memiliki dulu. Ada yang ngarep dulu. Lalu kalau satunya belum cinta ya dia punya kewajiban untuk menumbuhkan cinta ke lawan pacarannya. Jadi sudah ada ngarep dulu. Kalau terjadi putus hubungan pasti menyisakan luka dalam hati yang bisa bikin gagal move on.
Nah kalau taarufan versi aku sih riset jodoh tanpa rasa cinta. Jadi justru adanya rasa cinta diantara dua orang yang sedang taaruf itu sesuatu yang dihindari. Kalau api asmaranya mulai muncul ya harus segera dipadamkan hehe. Jadi tidak boleh ada kata ngarep dalam taaruf.
Fokus taaruf adalah mencari tahu kecocokan antara dua orang yang sudah siap menikah. Apakah mereka siap membangun rumah tangga berdua dengan segala kekurangan yang dimiliki oleh mereka. Bagaimana pandangan masing-masing tentang kehidupan, pendidikan anak, pengelolaan keuangan, sifat-sifat iyuh masing-masing, segala preferensi yang sekiranya bisa menimbulkan masalah dalam rumah tangga benar-benar diobrolkan sekira-nya bakal jadi masalah besar atau tidak nanti ketika menikah.
Hal-hal sepele seperti bau badan, dll menurut aku juga perlu dibicarakan kalau memang salah satu pihak merupakan seseorang yang cukup sensitif dengan bau badan. Ekspektasi masing-masing dalam hubungan berumah tangga juga wajib dibicarakan. Apakah cocok. Apakah ada yang harus mengalah. Toleransi pada beberapa kekurangan pasangan menurut aku wajib juga sih karena gimana pun manusia kan gak ada yang sempurna. Apakah masing-masing siap menoleransi beberapa sisi dari pasangan yang mungkin bakal susah berubah atau tidak mungkin berubah.
Intinya fokus riset doang tanpa rasa sih kalau taaruf. Secara berlaka dievaluasi apakah sebaiknya proses taaruf terus berlanjut hingga akhirnya mendaftarkan pernikahan di KUA atau cukup dan tidak bisa lanjut karena ada ketidakcocokan yang tidak bisa ditoleransi. Misal mempunyai pandangan yang berbeda terkait pendidikan anak serta pengelolaan kekuangan dan tidak dicapai kata sepakat, atau alasan lain.
Jadi ya enteng aja sih kalau taaruf mau mulai ngajakin taaruf maupun mengakhiri taaruf. Gak ada drama-drama yang merasa sudah dibaperin eh terus ditinggalin. Gak ada cerita-cerita gagal move on karena banyak kenangan-kenangan indah selama pacaran/pdkt. Karena memang gak ada cinta-cintaan dalam taaruf. Gak ada sayang-sayangan. Kalau ngobrol ya fokus mencari tahu kecocokan keduanya dalam membangun rumah tangga. Gak ada bersenang-senang doang. Karena intinya fokus riset. Gak ada yang ngarep buat segera memiliki.
Jadi taaruf bisa diakhiri tanap berakhir menjadi sebuah permusuhan. Kan kalau pacaran putus biasanya terus pada musuhan. Ketika taaruf berakhir tetap bisa berteman baik. Tidak ada yang merasa tersakiti. Misal tahun 2019 si A taaruf dengan X, Y, dan Z. Awal tahun dia taaruf dengan X, tengah tahun dengan Y, akhir tahun dengan Z. Kenapa 3x? Karena diawal tahun tidak dicapai kata sepakat dengan X begitu pula dengan Y dan Z setelahnya. Lalu pada awal 2020 si A pengen taaruf lagi dengan X eh ternyata diawal tahun 2020 dicapai kata sepakat setelah A dan X mempertinggi toleransi atau berubah pikiran terus mereka berjodoh dan membangun rumah tangga. Bisa jadi loh bisa jadi.
Kalau saya sih pengennya ya sekali taaruf langsung jadi males taaruf berkali-kali pasti capek banget. Ya harus siap berdiskusi yang bisa jadi alot bisa jadi enteng karena eh ternyata lawan taaruf saya tidak mempunyai banyak perbedaan pandangan dengan saya dan kami bisa menoleransi kekurangan kepribadian masing-masing. Kalau taaruf harus siap terbuka dalam mengutarakan sesuatu sih jangan ada yang dipendam kalau ada yang mau disampaikan kalau memang bisa memicu masalah besar di kemudian hari ketika sudah berumah tangga.
Intinya nantinya kalau dicapai kata sepakat masing-masing harus sudah benar-benar ikhlas dengan kesepakatan tsb. Tidak ada yang terpaksa atau yaudah bilang iya aja biar gak ribut. Kan mending diskusi alot waktu taaruf daripada ribut pas sudah berumah tangga. Meskipun konflik dalam rumah tangga sesuatu yang susah dihindari dan wajar kalau terjadi.