Definisi sukses setiap orang bisa berbeda-beda. Tapi kebanyakan orang menganggap orang sudah sukses kalau kaya + terkenal, atau kaya + keluarga tampak sempurna. Itu umumnya ya, tapi guru saya selalu menyuruh untuk membuat definisi sukses sendiri.
Rasulullah SAW adalah seorang hamba Allah yang sukses, namun meskipun pandai berdagang, Rasulullah memilih tidak hidup bergelimang harta. Rasulullah memilih untuk hidup sangat sederhana. Rasulullah pun justru memilihkan Fathimah seorang Ali sebagai suami yang secara materi kekurangan. Saat Fathimah meminta bantuan dari Rasulullah berupa harta agar bisa meringankan bebannya, Rasulullah justru menyuruh Fathimah untuk berdzikir. Semakin banyak harta yang dititipkan Allah ke kita memang makin lama hisab kita di hari akhir nanti.
Jaman sekarang, siapa sih yang tidak ingin kaya? Saya juga ingin. Bukan berarti orang jaman dulu lebih banyak yang gak ingin kaya dibanding sekarang sih. Itu kan harus dibuktikan pake riset ya. Intinya seperti yang kita lihat kebanyakan orang ingin kaya. Lebih sering dengar orang ingin kaya kan daripada orang ingin miskin? Hehe. Seolah banyak masalah bisa selesai dengan harta. Padahal sebenarnya belum tentu juga. Bisa jadi kita belum dapat hidayah (petunjuk) saja dari Allah atas solusi yang belum tentu harta solusinya.
Mungkin kita belum dapat hidayah karena terlalu banyak dosa. Tiap istighfar, gak bisa khusyuk, sudah gak bisa khusyuk, belum dapet 10 kali udah gak bisa fokus. Istighfar memang banyak faedahnya, tapi susah buat ngejalaninnya dengan kontinyu dan penuh kekhusyukan. Rasulullah SAW, hamba Allah paling sempurna, istighfarnya lebih dari 70 kali per hari. Kita yang dosanya gak kira-kira boro-boro 1000 kali, 10% nya aja sudah kemajuan pesat. Eh kok kita terus sih ya? Padahal saya sendiri, bukan kita, iya saya yang sudah jelas parah ini, bukan teman-teman yang sedang baca tulisan ini, hehe.
Kalau buat saya sendiri, sukses itu bukan ketika orang-orang bilang kita sukses. Sukses itu ketika berhasil mencapai apa yang ingin kita capai. Belum tentu apa yang ingin kita capai tersebut berupa kekayaan dan keterkenalan.
Saya tidak bercita-cita untuk masuk forbes sebagai orang terkaya di dunia. Buat kalian yang ngerti posisi saya sekarang bisa jadi kebanyakan bakal bilang, "Yakali mbok yo yang realistis ah!" atau malah kasihan karena omongan saya ketinggian, gak lihat realita diri, hehe. Tapi tenang aja meskipun saya menyebut itu, seperti saya sebut diawal paragraf ini, itu bukan cita-cita saya. Saya sebut di awal karena pada umumnya orang kalau disuruh menggantungkan cita-cita setinggi langit ya cita-citanya seperti itu. Menjadi yang "paling" dalam bidang yang ia tekuni, misal jadi CEO perusahaan terbesar di dunia saat ini, mendapat nobel, menjadi presiden, menjadi sekjen PBB, dll.
Cita-cita saya adalah ingin mengentaskan kemiskinan dalam diri saya sendiri, keluarga dekat, dan daerah setempat. Tidak luas-luas, cukup daerah setempat. Setelah saya tulis, melihat usia saya sekarang ini dan usia rata-rata orang jaman sekarang ya waktu yang saya miliki sepertinya hanya cukup untuk program pengentasan kemiskinan di daerah saya.
Tapi saya ingin program kelak saya buat di duplikasi di daerah lain oleh orang lain. Saya juga ingin melatih generasi muda agar bisa terus melanjutkan program ini, hingga program ini berhasil mengentaskan kemiskinan dunia. Saya ingin punya pondok yang melahirkan kader-kader penumpas kemiskinan, yang tidak hanya menggerakkan diri sendiri tapi juga menularkan gerakannya kepada orang lain. Sehingga banyak gerakan serupa di daerah lain, bahkan belahan dunia lain. Dunia pun jadi lebih baik.
Mimpi saya sosial banget ya. Padahal posisi saya sekarang orangnya tidak cukup sosial. Tapi ya memang itu mimpi saya. Orang boleh pesimis karena kondisi saya sekarang ya memang seperti ini, hehe. Tapi meskipun saya sudah melewati usia seperempat abad, saya masih under thirty. Tidak boleh terlalu berkecil hati. Saya tidak terlalu terlambat. Orang Kapten Sanders aja baru sukses di usia kakek-kakek.
Seperti saya bilang sebelumnya, target pertama adalah pengentasan kemiskinan dari diri saya dahulu. Baru melebar ke keluarga dekat dan kemudian ke masyarakat. Mengajak orang lain melakukan hal yang sama serta mengkader generasi penerus agar tingkat kemiskinan masyarakat dunia bisa terus menerus berkurang. Selain mengajak orang lain dan mengkader generasi penerus saya juga ingin mereka yang saya ajak dan saya kader mampu mengajak dan mengkader orang lain untuk membuat dunia lebih baik. Orang-orang yang mereka ajak dan kader pun juga begitu, sehingga program ini terus meluas dan tidak pernah terputus. Hingga dunia ini terbebas dari kemiskinan terus dan terus, aaamiiin.
Sekarang soal keterkenalan. Meskipun saya ingin membuat sebuah program dan ingin program tersebut dikloning oleh banyak orang secara terus menerus tak putus-putus kecuali Allah menghendaki sebaiknya program tersebut putus (misal sudah mendekati kiamat), saya tidak ingin menjadi seorang yang terkenal. Saya kira bisa menyebarluaskan program positif tanpa harus kita menjadi terkenal terlebih dahulu.
Mmmm... caranya gimana yaa.. Bisa pakai sejenis nama pena. Contoh kongkritnya seperti salah satu guru saya, @motivatweet yang kerap disapa Bang Motty. Sampai sekarang belum terbongkar siapa @motivatweet sebenarnya. Meskipun begitu Bang Motty bisa menyebarkan virus-virus positif yang membuat orang-orang jadi lebih baik. Bisa kan sembunyi dibelakang nama pena atau apalah istilahnya yang lebih cocok, hehe.
Ketika seseorang menjadi terkenal, maka saat itulah orang-orang memakaikan baju putih padanya. Noda alias kesalahan sedikitpun akan sangat terlihat dan itu membuat seorang yang terkenal jadi tampak sangat buruk, sangat hina. Susah kan. Gampang mendapat pujian gampang pula mendapat cacian. Mudah melambung, tapi juga mudah jatuh hingga hancur.
Padahal kesalahan adalah sesuatu hal yang manusiawi. Susah menjaga diri untuk tidak melakukan kesalahan. Selain itu seorang yang terkenal juga rawan fitnah ketika dianggap mengancam kepentingan orang lain. Ada orang-orang yang ingin dunia lebih baik untuk semua orang, ada orang-orang yang serakah, tidak memedulikan orang lain dan alam. Ya begitulah ancaman-ancaman buruk untuk menjadi seorang terkenal. Mudah dipuji mudah dicaci. Lebih baik diam-diam di belakang layar.
Meskipun begitu, kadang terbersit keinginan untuk jadi terkenal. Agar banyak teman, dibilang keren sama orang-orang. Padahal saat kita terpuruk, mereka yang tetap mau bertemanlah mereka yang tulus. Sedangkan ketika kita terkenal bakal banyak teman yang mendekat, belum tentu mereka tulus dan masih tetap mau menemani kita ketika kita jatuh. Saya lebih percaya mempraktekan buku "How To Win Friends and Influence People" nya Dale Carnegie lebih banyak menghasilkan teman daripada menjadi seorang yang haus pujian ingin dibilang keren sama orang-orang.
Ya begitulah, lebih aman menjadi tidak terkenal. Menciptakan karakter baru seperti halnya @motivatweet. Daripada membuat diri sendiri menjadi terkenal lebih baik membuat suatu karakter yang terkenal. Karakter bisa bebas dari aib sedangkan manusia, apa ada orang-orang di sekitar kita sekarang yang tidak punya aib?
Menjadi terkenal itu belum tentu pilihan tetapi juga bisa karena takdir. Misal mbak-mbak tambal ban cantik, bisa jadi dia tidak ingin terkenal tetapi karena ada seseorang yang memposting foto mbak-mbak tambal ban cantik lalu postingan itu viral dan si mbak-mbak jadi terkenal sampai sering masuk tv, main sinetron dll, si mbak-mbak tambal ban cantik ini pun jadi terkenal tanpa dia rencanakan. Selain menjadi terkenal karena takdir bukan karena pilihan, sah-sah saja juga kalau seseorang ingin terkenal dan berusaha membuat dirinya terkenal. Tidak ada yang salah. Seorang yang terkenal bisa lebih cepat menularkan sisi positifnya ke orang banyak kan.
Mau menularkan sisi positif lewat menjadi orang terkenal atau tidak menjadi orang terkenal itu tidak masalah. Poin pentingnya adalah menularkan sisi positif. Membuat dunia menjadi lebih baik.
Akhirnya semoga cita-cita saya tercapai, dan saya tidak menjadi orang yang haus pujian alias ingin dibilang keren sama orang-orang. Ini definisi sukses saya. Bagaimana dengan definisi sukses teman-teman? Eh tapi seorang anak SMA yang ingin lulus UN, bisa dibilang sukses kalau dia lulus UN tanpa kecurangan (tanpa menyontek, membeli jawaban, dll). As simple as that. Kamu ingin jadi orang seperti apa ketika tercapai ya kamu sukses. Tapi itu menurut saya ding ya, bisa jadi teman-teman sependapat atau punya pendapat lain, sah-sah sajaaa..
ilustrasi: https://openclipart.org/detail/227186/success-graph |
Rasulullah SAW adalah seorang hamba Allah yang sukses, namun meskipun pandai berdagang, Rasulullah memilih tidak hidup bergelimang harta. Rasulullah memilih untuk hidup sangat sederhana. Rasulullah pun justru memilihkan Fathimah seorang Ali sebagai suami yang secara materi kekurangan. Saat Fathimah meminta bantuan dari Rasulullah berupa harta agar bisa meringankan bebannya, Rasulullah justru menyuruh Fathimah untuk berdzikir. Semakin banyak harta yang dititipkan Allah ke kita memang makin lama hisab kita di hari akhir nanti.
Jaman sekarang, siapa sih yang tidak ingin kaya? Saya juga ingin. Bukan berarti orang jaman dulu lebih banyak yang gak ingin kaya dibanding sekarang sih. Itu kan harus dibuktikan pake riset ya. Intinya seperti yang kita lihat kebanyakan orang ingin kaya. Lebih sering dengar orang ingin kaya kan daripada orang ingin miskin? Hehe. Seolah banyak masalah bisa selesai dengan harta. Padahal sebenarnya belum tentu juga. Bisa jadi kita belum dapat hidayah (petunjuk) saja dari Allah atas solusi yang belum tentu harta solusinya.
Mungkin kita belum dapat hidayah karena terlalu banyak dosa. Tiap istighfar, gak bisa khusyuk, sudah gak bisa khusyuk, belum dapet 10 kali udah gak bisa fokus. Istighfar memang banyak faedahnya, tapi susah buat ngejalaninnya dengan kontinyu dan penuh kekhusyukan. Rasulullah SAW, hamba Allah paling sempurna, istighfarnya lebih dari 70 kali per hari. Kita yang dosanya gak kira-kira boro-boro 1000 kali, 10% nya aja sudah kemajuan pesat. Eh kok kita terus sih ya? Padahal saya sendiri, bukan kita, iya saya yang sudah jelas parah ini, bukan teman-teman yang sedang baca tulisan ini, hehe.
Kalau buat saya sendiri, sukses itu bukan ketika orang-orang bilang kita sukses. Sukses itu ketika berhasil mencapai apa yang ingin kita capai. Belum tentu apa yang ingin kita capai tersebut berupa kekayaan dan keterkenalan.
Saya tidak bercita-cita untuk masuk forbes sebagai orang terkaya di dunia. Buat kalian yang ngerti posisi saya sekarang bisa jadi kebanyakan bakal bilang, "Yakali mbok yo yang realistis ah!" atau malah kasihan karena omongan saya ketinggian, gak lihat realita diri, hehe. Tapi tenang aja meskipun saya menyebut itu, seperti saya sebut diawal paragraf ini, itu bukan cita-cita saya. Saya sebut di awal karena pada umumnya orang kalau disuruh menggantungkan cita-cita setinggi langit ya cita-citanya seperti itu. Menjadi yang "paling" dalam bidang yang ia tekuni, misal jadi CEO perusahaan terbesar di dunia saat ini, mendapat nobel, menjadi presiden, menjadi sekjen PBB, dll.
Cita-cita saya adalah ingin mengentaskan kemiskinan dalam diri saya sendiri, keluarga dekat, dan daerah setempat. Tidak luas-luas, cukup daerah setempat. Setelah saya tulis, melihat usia saya sekarang ini dan usia rata-rata orang jaman sekarang ya waktu yang saya miliki sepertinya hanya cukup untuk program pengentasan kemiskinan di daerah saya.
Tapi saya ingin program kelak saya buat di duplikasi di daerah lain oleh orang lain. Saya juga ingin melatih generasi muda agar bisa terus melanjutkan program ini, hingga program ini berhasil mengentaskan kemiskinan dunia. Saya ingin punya pondok yang melahirkan kader-kader penumpas kemiskinan, yang tidak hanya menggerakkan diri sendiri tapi juga menularkan gerakannya kepada orang lain. Sehingga banyak gerakan serupa di daerah lain, bahkan belahan dunia lain. Dunia pun jadi lebih baik.
Mimpi saya sosial banget ya. Padahal posisi saya sekarang orangnya tidak cukup sosial. Tapi ya memang itu mimpi saya. Orang boleh pesimis karena kondisi saya sekarang ya memang seperti ini, hehe. Tapi meskipun saya sudah melewati usia seperempat abad, saya masih under thirty. Tidak boleh terlalu berkecil hati. Saya tidak terlalu terlambat. Orang Kapten Sanders aja baru sukses di usia kakek-kakek.
Seperti saya bilang sebelumnya, target pertama adalah pengentasan kemiskinan dari diri saya dahulu. Baru melebar ke keluarga dekat dan kemudian ke masyarakat. Mengajak orang lain melakukan hal yang sama serta mengkader generasi penerus agar tingkat kemiskinan masyarakat dunia bisa terus menerus berkurang. Selain mengajak orang lain dan mengkader generasi penerus saya juga ingin mereka yang saya ajak dan saya kader mampu mengajak dan mengkader orang lain untuk membuat dunia lebih baik. Orang-orang yang mereka ajak dan kader pun juga begitu, sehingga program ini terus meluas dan tidak pernah terputus. Hingga dunia ini terbebas dari kemiskinan terus dan terus, aaamiiin.
Sekarang soal keterkenalan. Meskipun saya ingin membuat sebuah program dan ingin program tersebut dikloning oleh banyak orang secara terus menerus tak putus-putus kecuali Allah menghendaki sebaiknya program tersebut putus (misal sudah mendekati kiamat), saya tidak ingin menjadi seorang yang terkenal. Saya kira bisa menyebarluaskan program positif tanpa harus kita menjadi terkenal terlebih dahulu.
Mmmm... caranya gimana yaa.. Bisa pakai sejenis nama pena. Contoh kongkritnya seperti salah satu guru saya, @motivatweet yang kerap disapa Bang Motty. Sampai sekarang belum terbongkar siapa @motivatweet sebenarnya. Meskipun begitu Bang Motty bisa menyebarkan virus-virus positif yang membuat orang-orang jadi lebih baik. Bisa kan sembunyi dibelakang nama pena atau apalah istilahnya yang lebih cocok, hehe.
Ketika seseorang menjadi terkenal, maka saat itulah orang-orang memakaikan baju putih padanya. Noda alias kesalahan sedikitpun akan sangat terlihat dan itu membuat seorang yang terkenal jadi tampak sangat buruk, sangat hina. Susah kan. Gampang mendapat pujian gampang pula mendapat cacian. Mudah melambung, tapi juga mudah jatuh hingga hancur.
Padahal kesalahan adalah sesuatu hal yang manusiawi. Susah menjaga diri untuk tidak melakukan kesalahan. Selain itu seorang yang terkenal juga rawan fitnah ketika dianggap mengancam kepentingan orang lain. Ada orang-orang yang ingin dunia lebih baik untuk semua orang, ada orang-orang yang serakah, tidak memedulikan orang lain dan alam. Ya begitulah ancaman-ancaman buruk untuk menjadi seorang terkenal. Mudah dipuji mudah dicaci. Lebih baik diam-diam di belakang layar.
Meskipun begitu, kadang terbersit keinginan untuk jadi terkenal. Agar banyak teman, dibilang keren sama orang-orang. Padahal saat kita terpuruk, mereka yang tetap mau bertemanlah mereka yang tulus. Sedangkan ketika kita terkenal bakal banyak teman yang mendekat, belum tentu mereka tulus dan masih tetap mau menemani kita ketika kita jatuh. Saya lebih percaya mempraktekan buku "How To Win Friends and Influence People" nya Dale Carnegie lebih banyak menghasilkan teman daripada menjadi seorang yang haus pujian ingin dibilang keren sama orang-orang.
Ya begitulah, lebih aman menjadi tidak terkenal. Menciptakan karakter baru seperti halnya @motivatweet. Daripada membuat diri sendiri menjadi terkenal lebih baik membuat suatu karakter yang terkenal. Karakter bisa bebas dari aib sedangkan manusia, apa ada orang-orang di sekitar kita sekarang yang tidak punya aib?
Menjadi terkenal itu belum tentu pilihan tetapi juga bisa karena takdir. Misal mbak-mbak tambal ban cantik, bisa jadi dia tidak ingin terkenal tetapi karena ada seseorang yang memposting foto mbak-mbak tambal ban cantik lalu postingan itu viral dan si mbak-mbak jadi terkenal sampai sering masuk tv, main sinetron dll, si mbak-mbak tambal ban cantik ini pun jadi terkenal tanpa dia rencanakan. Selain menjadi terkenal karena takdir bukan karena pilihan, sah-sah saja juga kalau seseorang ingin terkenal dan berusaha membuat dirinya terkenal. Tidak ada yang salah. Seorang yang terkenal bisa lebih cepat menularkan sisi positifnya ke orang banyak kan.
Mau menularkan sisi positif lewat menjadi orang terkenal atau tidak menjadi orang terkenal itu tidak masalah. Poin pentingnya adalah menularkan sisi positif. Membuat dunia menjadi lebih baik.
Akhirnya semoga cita-cita saya tercapai, dan saya tidak menjadi orang yang haus pujian alias ingin dibilang keren sama orang-orang. Ini definisi sukses saya. Bagaimana dengan definisi sukses teman-teman? Eh tapi seorang anak SMA yang ingin lulus UN, bisa dibilang sukses kalau dia lulus UN tanpa kecurangan (tanpa menyontek, membeli jawaban, dll). As simple as that. Kamu ingin jadi orang seperti apa ketika tercapai ya kamu sukses. Tapi itu menurut saya ding ya, bisa jadi teman-teman sependapat atau punya pendapat lain, sah-sah sajaaa..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar